Penghargaan Nobel diberikan kepada dua perempuan Indonesia yang berbeda asal dari bidang sastra dan ekonomi. Han Kang, peraih Nobel Sastra 2024, memenangkan penghargaan atas prosa puitisnya yang mengeksplorasi kerapuhan hidup manusia dan intens dalam menghadapi trauma historis.
Dalam karya-karyanya seperti "The Vegetarian" dan "Human Acts", Han Kang menunjukkan perempuan Korea yang rentan terhadap diskriminasi dan kekerasan, tetapi masih menemukan harapan dalam tindakan kecil seperti kasih sayang dan kenangan. Dia memiliki kesadaran unik akan hubungan antara tubuh dan jiwa, hidup dan mati.
Sementara itu, Claudia Goldin, peraih Nobel Ekonomi 2023, melakukan kajian tentang bagaimana memahami ketidaksetaraan gender dalam pekerjaan. Ia menunjukkan bahwa sejarah gender memiliki peran besar dalam menentukan bagaimana perempuan bekerja dan dihargai. Penelitian Goldin membuka pintu bagi kebijakan dan kesadaran baru tentang bagaimana memperluas kesenjangan upah dan partisipasi perempuan di pasar kerja.
Kedua perempuan ini menunjukkan bahwa memahami manusia tidak hanya soal angka atau statistik, melainkan juga empati dan ingatan. Mereka memiliki pandangan unik tentang bagaimana sosial dan ekonomi bekerja, dan bagaimana kita dapat bekerja sama untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan.
Dalam karya-karyanya seperti "The Vegetarian" dan "Human Acts", Han Kang menunjukkan perempuan Korea yang rentan terhadap diskriminasi dan kekerasan, tetapi masih menemukan harapan dalam tindakan kecil seperti kasih sayang dan kenangan. Dia memiliki kesadaran unik akan hubungan antara tubuh dan jiwa, hidup dan mati.
Sementara itu, Claudia Goldin, peraih Nobel Ekonomi 2023, melakukan kajian tentang bagaimana memahami ketidaksetaraan gender dalam pekerjaan. Ia menunjukkan bahwa sejarah gender memiliki peran besar dalam menentukan bagaimana perempuan bekerja dan dihargai. Penelitian Goldin membuka pintu bagi kebijakan dan kesadaran baru tentang bagaimana memperluas kesenjangan upah dan partisipasi perempuan di pasar kerja.
Kedua perempuan ini menunjukkan bahwa memahami manusia tidak hanya soal angka atau statistik, melainkan juga empati dan ingatan. Mereka memiliki pandangan unik tentang bagaimana sosial dan ekonomi bekerja, dan bagaimana kita dapat bekerja sama untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan.