Warga ekonomi Indonesia mulai mengalami tren bursa kerja yang bergeser. Pekerjaan yang dicari di masa depan membutuhkan keterampilan fisik, seperti pekerja konstruksi dan listrik untuk mendukung pengembangan kecerdasan buatan (AI). Perusahaan Palantir Technologies, yang sebelumnya dikenal sebagai startup yang mendapatkan banyak kontrak di pemerintahan Trump, memilih merekrut karyawan lulusan SMA.
Perusahaan ini memiliki program Beasiswa Meritokrasi yang menawarkan bekerja penuh waktu dengan gaji yang cukup. Palantir percaya bahwa kampus memiliki kelemahan dalam mendidik dan mengembangkan pekerja. Sebagai contoh, CEO Alex Karp menyatakan bahwa kampus di Amerika Serikat tidak bisa diandalkan atau diperlukan untuk melatih pekerja.
Pada program Beasiswa Meritokrasi ini, sekitar 500 lulusan SMA mendaftar dan terpilih 22 orang sebagai penerima beasiswa. Mereka akan mendapatkan kesempatan bekerja di Palantir secara full-time dan memiliki kesempatan untuk belajar dari pengalaman kerja nyata.
Namun, bukan semua yang merasa puas dengan kebijakan ini. Beberapa orang, seperti Matteo Zanini, mengaku bahwa mereka tidak dipersiapkan untuk bekerja di tempat tersebut setelah menerima pemberitahuan penerimaan beasiswa. Sementara itu, Sam Feldman, karyawan Palantir, menyatakan bahwa program ini membantu pekerja untuk memiliki agensi dan membangun diri sendiri.
Kebijakan ini menimbulkan perdebatan tentang bagaimana cara menghadapi tantangan modern di industri. Apakah kebijakan ini benar-benar memberikan kesempatan yang adil kepada para pekerja, atau apakah hanya sekedar penyelesaian masalah yang lebih cepat?
Perusahaan ini memiliki program Beasiswa Meritokrasi yang menawarkan bekerja penuh waktu dengan gaji yang cukup. Palantir percaya bahwa kampus memiliki kelemahan dalam mendidik dan mengembangkan pekerja. Sebagai contoh, CEO Alex Karp menyatakan bahwa kampus di Amerika Serikat tidak bisa diandalkan atau diperlukan untuk melatih pekerja.
Pada program Beasiswa Meritokrasi ini, sekitar 500 lulusan SMA mendaftar dan terpilih 22 orang sebagai penerima beasiswa. Mereka akan mendapatkan kesempatan bekerja di Palantir secara full-time dan memiliki kesempatan untuk belajar dari pengalaman kerja nyata.
Namun, bukan semua yang merasa puas dengan kebijakan ini. Beberapa orang, seperti Matteo Zanini, mengaku bahwa mereka tidak dipersiapkan untuk bekerja di tempat tersebut setelah menerima pemberitahuan penerimaan beasiswa. Sementara itu, Sam Feldman, karyawan Palantir, menyatakan bahwa program ini membantu pekerja untuk memiliki agensi dan membangun diri sendiri.
Kebijakan ini menimbulkan perdebatan tentang bagaimana cara menghadapi tantangan modern di industri. Apakah kebijakan ini benar-benar memberikan kesempatan yang adil kepada para pekerja, atau apakah hanya sekedar penyelesaian masalah yang lebih cepat?