Golkar Dukung 20 Persen Dana Pendidikan untuk Pesantren, Menilai Kebijakan Belum Memadai
Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan kesejahteraan tenaga pendidiknya, Partai Golkar melansir bahwa pesantren harus mendapatkan alokasi dana pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurut Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI M Sarmuji, hal ini diamanatkan oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Menurut Sarmuji, pesantren memiliki peran besar dalam membentuk karakter dan moral bangsa. Namun, hingga saat ini banyak pesantren yang masih bertahan dengan dana swadaya masyarakat dan sumbangan sukarela. Partai Golkar menekankan bahwa pemerintah harus hadir secara sistematis dan berkelanjutan dalam memberikan dukungan kepada lembaga pendidikan agama.
Tragedi ambruknya Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, menjadi pengingat bagi Partai Golkar untuk meningkatkan perhatian pemerintah terhadap pesantren. Sarmuji menilai bahwa jika pesantren dimasukkan secara eksplisit dalam revisi UU Sisdiknas, maka keberlanjutan pendanaannya akan terjamin dan tidak bergantung pada kebijakan tahunan.
"Negara tidak boleh hanya mengakui peran pesantren secara moral, tetapi juga harus menegaskannya secara fiskal," kata Sarmuji. Menurutnya, pesantren bukan hanya pelengkap pendidikan nasional, melainkan pondasi moral bangsa. Oleh karena itu, hak mereka atas dana pendidikan dari APBN adalah bentuk penghormatan negara terhadap kontribusi besar pesantren dalam sejarah pendidikan Indonesia.
Partai Golkar menekankan akan memperjuangkan agar rumusan revisi UU Sisdiknas benar-benar mencerminkan keadilan bagi seluruh bentuk satuan pendidikan di Indonesia, baik formal, nonformal, maupun berbasis keagamaan.
Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan kesejahteraan tenaga pendidiknya, Partai Golkar melansir bahwa pesantren harus mendapatkan alokasi dana pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurut Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI M Sarmuji, hal ini diamanatkan oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Menurut Sarmuji, pesantren memiliki peran besar dalam membentuk karakter dan moral bangsa. Namun, hingga saat ini banyak pesantren yang masih bertahan dengan dana swadaya masyarakat dan sumbangan sukarela. Partai Golkar menekankan bahwa pemerintah harus hadir secara sistematis dan berkelanjutan dalam memberikan dukungan kepada lembaga pendidikan agama.
Tragedi ambruknya Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, menjadi pengingat bagi Partai Golkar untuk meningkatkan perhatian pemerintah terhadap pesantren. Sarmuji menilai bahwa jika pesantren dimasukkan secara eksplisit dalam revisi UU Sisdiknas, maka keberlanjutan pendanaannya akan terjamin dan tidak bergantung pada kebijakan tahunan.
"Negara tidak boleh hanya mengakui peran pesantren secara moral, tetapi juga harus menegaskannya secara fiskal," kata Sarmuji. Menurutnya, pesantren bukan hanya pelengkap pendidikan nasional, melainkan pondasi moral bangsa. Oleh karena itu, hak mereka atas dana pendidikan dari APBN adalah bentuk penghormatan negara terhadap kontribusi besar pesantren dalam sejarah pendidikan Indonesia.
Partai Golkar menekankan akan memperjuangkan agar rumusan revisi UU Sisdiknas benar-benar mencerminkan keadilan bagi seluruh bentuk satuan pendidikan di Indonesia, baik formal, nonformal, maupun berbasis keagamaan.