Ekspor Tembakau Terus Meningkat, Tapi Masih Ada Rintangan Besar
Saat ini, Indonesia menjadi salah satu produser tembakau terbesar di dunia. Ekspor industri hasil tembakau (IHT) meningkat pesat dari USD 600 juta pada 2020 menjadi USD 1,8 miliar pada 2024. Sementara itu, pendapatan devisa dari industri ini mencapai Rp216 triliun pada 2024.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin), Saleh Husin, mengungkapkan bahwa produksi tembakau di Indonesia terus meningkat sekitar 515 miliar batang. Namun, tidak semua produksi digunakan untuk ekspor, karena sekitar 55 persen digunakan untuk pasar domestik.
Selain itu, industri IHT juga memberikan kontribusi besar melalui Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang terus naik dari Rp213 triliun pada 2013 menjadi Rp216 triliun pada 2024. Sumber daya ini sangat penting untuk meningkatkan pendapatan devisa.
Namun, Saleh juga menyoroti bahwa masih ada tantangan besar yang perlu dihadapi industri ini, yaitu peredaran rokok ilegal. Indonesia memiliki salah satu ekonomi bawah tanah terbesar di dunia, dengan sekitar 23,8 persen dari PDB yang berada dalam sistem ini.
"Peredaran rokok ilegal membuat negara kehilangan potensi penerimaan cukai dalam jumlah besar," kata Saleh. "Potensi cukai yang hilang akibat rokok ilegal bisa mencapai Rp23 - Rp25 triliun per tahun."
Meski peredaran rokok ilegal turun sekitar 11 persen, jumlah batang rokok yang ditindak meningkat hingga 37 persen. Peredaran ilegal ini didominasi oleh rokok kretek mesin tanpa cukai.
Untuk mengatasi masalah ini, Saleh menyebutkan bahwa meningkatkan pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal sangat penting. Selain itu, investasi juga harus didekatkan untuk meningkatkan potensi pasar dan meningkatkan pendapatan devisa.
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia menjadi eksportir produk tembakau terbesar keempat di dunia. Potensi pasar masih sangat besar sehingga perlu didorong melalui peningkatan investasi di sektor ini.
Saat ini, Indonesia menjadi salah satu produser tembakau terbesar di dunia. Ekspor industri hasil tembakau (IHT) meningkat pesat dari USD 600 juta pada 2020 menjadi USD 1,8 miliar pada 2024. Sementara itu, pendapatan devisa dari industri ini mencapai Rp216 triliun pada 2024.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin), Saleh Husin, mengungkapkan bahwa produksi tembakau di Indonesia terus meningkat sekitar 515 miliar batang. Namun, tidak semua produksi digunakan untuk ekspor, karena sekitar 55 persen digunakan untuk pasar domestik.
Selain itu, industri IHT juga memberikan kontribusi besar melalui Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang terus naik dari Rp213 triliun pada 2013 menjadi Rp216 triliun pada 2024. Sumber daya ini sangat penting untuk meningkatkan pendapatan devisa.
Namun, Saleh juga menyoroti bahwa masih ada tantangan besar yang perlu dihadapi industri ini, yaitu peredaran rokok ilegal. Indonesia memiliki salah satu ekonomi bawah tanah terbesar di dunia, dengan sekitar 23,8 persen dari PDB yang berada dalam sistem ini.
"Peredaran rokok ilegal membuat negara kehilangan potensi penerimaan cukai dalam jumlah besar," kata Saleh. "Potensi cukai yang hilang akibat rokok ilegal bisa mencapai Rp23 - Rp25 triliun per tahun."
Meski peredaran rokok ilegal turun sekitar 11 persen, jumlah batang rokok yang ditindak meningkat hingga 37 persen. Peredaran ilegal ini didominasi oleh rokok kretek mesin tanpa cukai.
Untuk mengatasi masalah ini, Saleh menyebutkan bahwa meningkatkan pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal sangat penting. Selain itu, investasi juga harus didekatkan untuk meningkatkan potensi pasar dan meningkatkan pendapatan devisa.
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia menjadi eksportir produk tembakau terbesar keempat di dunia. Potensi pasar masih sangat besar sehingga perlu didorong melalui peningkatan investasi di sektor ini.