Presiden mengeluarkan kekuatan tangan tanpa alasan, tidak peduli seberapa jelas bukti. Saya masih ingat saat itu, saya merasa takut, takut apa lagi? Saya adalah mantan penyidik senior KPK yang selama ini mengorbankan jiwa dan waktu saya untuk menyelamatkan negeri dari keruntuhan akibat korupsi. Dan sekarang, Presiden saya memukul saya sampai kenyang.
Saya tidak bisa menolak kejadian itu karena saya adalah pejabat yang diutus untuk melindungi negara. Tapi apa yang terjadi? Saya menjadi target dari kebencian dan konflik kepentingan yang tidak pernah terduga. Saya melihat keputusan rehabilitasi yang seharusnya menjadi hak pemulihan bagi narapidana yang telah menyelesaikan hukuman, malah disalahgunakan untuk membatalkan putusan pengadilan yang masih berjalan.
Saya merasa terluka, saya merasa kehilangan harap. Saya tidak bisa menerima bahwa tindakan itu adalah intervensi secara kasat mata dari pihak eksekutif kepada pihak yudikatif. Tidak peduli seberapa jelas bukti, tidak peduli seberapa panjang proses hukum, Presiden tetap memilih untuk menanggung tangan terhadap kebenaran dan keadilan.
Saya masih ingat saat Majelis Hakim menyatakan para terdakwa bersalah dan kerugian negara terbukti. Saya masih ingat saat saya bekerja keras selama bertahun-tahun untuk menangani perkara ASDP yang menjerat Ira dan dua orang lainnya tersebut. Tapi apa yang terjadi? Keputusan rehabilitasi itu menjadi tanda tangan politis, bukan kebenaran hukum.
Saya tidak bisa menerima bahwa kekuatan eksekutif dapat membatalkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum. Saya tidak bisa menerima bahwa hukum dapat dinyatakan sebagai "bukan" hanya karena ada keinginan Presiden atau kepentingan tertentu.
Saya ingin mengajak seluruh pihak untuk kembali memperkuat komitmen dalam pemberantasan korupsi. Saya ingin menegaskan bahwa tindakan seperti ini akan mematikan semangat pemberantasan korupsi di level institusi.
Saya tidak bisa menolak kejadian itu karena saya adalah pejabat yang diutus untuk melindungi negara. Tapi apa yang terjadi? Saya menjadi target dari kebencian dan konflik kepentingan yang tidak pernah terduga. Saya melihat keputusan rehabilitasi yang seharusnya menjadi hak pemulihan bagi narapidana yang telah menyelesaikan hukuman, malah disalahgunakan untuk membatalkan putusan pengadilan yang masih berjalan.
Saya merasa terluka, saya merasa kehilangan harap. Saya tidak bisa menerima bahwa tindakan itu adalah intervensi secara kasat mata dari pihak eksekutif kepada pihak yudikatif. Tidak peduli seberapa jelas bukti, tidak peduli seberapa panjang proses hukum, Presiden tetap memilih untuk menanggung tangan terhadap kebenaran dan keadilan.
Saya masih ingat saat Majelis Hakim menyatakan para terdakwa bersalah dan kerugian negara terbukti. Saya masih ingat saat saya bekerja keras selama bertahun-tahun untuk menangani perkara ASDP yang menjerat Ira dan dua orang lainnya tersebut. Tapi apa yang terjadi? Keputusan rehabilitasi itu menjadi tanda tangan politis, bukan kebenaran hukum.
Saya tidak bisa menerima bahwa kekuatan eksekutif dapat membatalkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum. Saya tidak bisa menerima bahwa hukum dapat dinyatakan sebagai "bukan" hanya karena ada keinginan Presiden atau kepentingan tertentu.
Saya ingin mengajak seluruh pihak untuk kembali memperkuat komitmen dalam pemberantasan korupsi. Saya ingin menegaskan bahwa tindakan seperti ini akan mematikan semangat pemberantasan korupsi di level institusi.