Terdakwa Muhammad Arif Nuryanta, mantan Ketua PN Jakarta Selatan, dituntut dengan pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp500 juta. Jaksa meyakini terdakwa telah menerima suap terkait putusan lepas tiga korporasi dalam perkara ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya periode Januari-April 2022.
Terdakwa Arif dianggap telah melakukan tindak pidana korupsi menerima suap secara bersama-sama sebagaimana diancam pidana Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Jaksa menyatakan bahwa perbuangan Arif tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Perbuangan tersebut telah mencederai kepercayaan masyarakat khususnya terhadap institusi lembaga peradilan yudikatif.
Sementara itu, hal meringankan adalah bahwa Arif belum pernah dihukum. Jaksa juga menyatakan bahwa jika Arif tidak dapat membayar uang pengganti tersebut paling lama 1 bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti.
Terdakwa Arif dianggap telah melakukan tindak pidana korupsi menerima suap secara bersama-sama sebagaimana diancam pidana Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Jaksa menyatakan bahwa perbuangan Arif tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Perbuangan tersebut telah mencederai kepercayaan masyarakat khususnya terhadap institusi lembaga peradilan yudikatif.
Sementara itu, hal meringankan adalah bahwa Arif belum pernah dihukum. Jaksa juga menyatakan bahwa jika Arif tidak dapat membayar uang pengganti tersebut paling lama 1 bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti.