Mangrove punah, pejabat pembabat sendiri! Gubernur Sultra dibebaskan terus menerus. Dalam kasus pemberbantaan hutan mangrove seluas 3 hektare di Kelurahan Anduonohu, Kecamatan Poasia, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), anggota Komisi IV DPR RI Rajiv mengekspresikan kekecewaannya. Ia menyatakan bahwa pembabatan itu dilakukan untuk kepentingan pribadi, bukan untuk kesejahteraan masyarakat atau lingkungan.
"Mangrove bukan milik siapa pun, itu milik negara dan generasi mendatang," kata Rajiv. Dia menekankan pentingnya konservasi hutan mangrove sebagai ekosistem pesisir yang memiliki fungsi vital sebagai penyangga bencana, penjaga kualitas perairan, dan habitat penting bagi keanekaragaman hayati.
Komisi IV DPR RI akan meminta penjelasan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan terkait laporan detail status kawasan, perizinan, serta apakah benar terdapat aktivitas yang bertentangan dengan regulasi tata ruang dan konservasi pesisir. "Kami di Komisi IV DPR RI akan minta klarifikasi resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan, terkait peta fungsi kawasan dan legalitas pemanfaatannya," ujarnya.
Rajiv juga menekankan pentingnya penegakan hukum yang tegas terhadap pejabat yang membuka ruang kerusakan. "Proses investigasi yang objektif justru akan melindungi integritas pemerintah daerah jika ternyata dugaan tersebut tidak terbukti, jangan sampai ada kesan pembiaran," katanya.
Sementara itu, Staff Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan Dinas Kehutanan (Dishut) Sultra Ardi membantah pihaknya telah mengeluarkan proses perizinan di kawasan itu. Ia berdalih bahwa pihaknya hanya memberikan permohonan penghitungan tanaman di atas lahan tersebut.
"Mangrove bukan milik siapa pun, itu milik negara dan generasi mendatang," kata Rajiv. Dia menekankan pentingnya konservasi hutan mangrove sebagai ekosistem pesisir yang memiliki fungsi vital sebagai penyangga bencana, penjaga kualitas perairan, dan habitat penting bagi keanekaragaman hayati.
Komisi IV DPR RI akan meminta penjelasan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan terkait laporan detail status kawasan, perizinan, serta apakah benar terdapat aktivitas yang bertentangan dengan regulasi tata ruang dan konservasi pesisir. "Kami di Komisi IV DPR RI akan minta klarifikasi resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan, terkait peta fungsi kawasan dan legalitas pemanfaatannya," ujarnya.
Rajiv juga menekankan pentingnya penegakan hukum yang tegas terhadap pejabat yang membuka ruang kerusakan. "Proses investigasi yang objektif justru akan melindungi integritas pemerintah daerah jika ternyata dugaan tersebut tidak terbukti, jangan sampai ada kesan pembiaran," katanya.
Sementara itu, Staff Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan Dinas Kehutanan (Dishut) Sultra Ardi membantah pihaknya telah mengeluarkan proses perizinan di kawasan itu. Ia berdalih bahwa pihaknya hanya memberikan permohonan penghitungan tanaman di atas lahan tersebut.