Pemerintah mengakui pentingnya transisi energi yang cepat dan ramah lingkungan, termasuk pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) atau waste to energy (WtE/PLTSa), teknologi Refuse Derived Fuel (RDF), pengolahan biogas, serta pemanfaatan biomassa. Upaya ini dilakukan untuk mendukung Asta Cita Presiden Prabowo Subianto tentang percepatan transisi energi dan penguatan ketahanan energi nasional.
PLTSa menjadi salah satu prioritas karena mampu mengubah sampah menjadi listrik sekaligus mengatasi permasalahan lingkungan. Program ini juga memberikan kontribusi pada sektor tenaga kerja dan ekonomi daerah. Hingga saat ini, dua PLTSa telah beroperasi di Surabaya dan Solo, dengan total kapasitas terpasang sebesar 36,47 megawatt (MW).
Selain itu, teknologi RDF juga menjadi fokus dalam substitusi bahan bakar fosil. Teknologi ini mengolah sampah non-organik menjadi bahan bakar pengganti batu bara yang digunakan oleh industri semen dan pembangkit listrik. RDF dapat memperpanjang usia TPA, mengurangi emisi karbon, serta menekan biaya energi jika koordinasi antara pemerintah daerah, pelaku industri, dan masyarakat berjalan optimal.
Di pedesaan, biogas menjadi sumber energi bersih yang dekat dengan aktivitas masyarakat. Limbah pertanian dan peternakan dimanfaatkan menjadi bahan bakar untuk kebutuhan rumah tangga. Program biogas berkontribusi terhadap penghematan biaya, peningkatan sanitasi lingkungan, serta penurunan emisi gas rumah kaca.
Pemanfaatan biomassa juga menjadi prioritas dalam diversifikasi energi. Limbah pertanian, perkebunan, dan kehutanan diubah menjadi bahan bakar ramah lingkungan seperti pelet kayu. Program ini memperkuat ketahanan energi nasional dan meningkatkan pendapatan masyarakat, khususnya petani dan pelaku usaha kecil.
Semua program tersebut dijalankan dengan prinsip transisi energi yang adil, inklusif, dan prorakyat. Kementerian ESDM menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, pelaku industri, dan masyarakat agar manfaatnya terasa luas di seluruh wilayah.
PLTSa menjadi salah satu prioritas karena mampu mengubah sampah menjadi listrik sekaligus mengatasi permasalahan lingkungan. Program ini juga memberikan kontribusi pada sektor tenaga kerja dan ekonomi daerah. Hingga saat ini, dua PLTSa telah beroperasi di Surabaya dan Solo, dengan total kapasitas terpasang sebesar 36,47 megawatt (MW).
Selain itu, teknologi RDF juga menjadi fokus dalam substitusi bahan bakar fosil. Teknologi ini mengolah sampah non-organik menjadi bahan bakar pengganti batu bara yang digunakan oleh industri semen dan pembangkit listrik. RDF dapat memperpanjang usia TPA, mengurangi emisi karbon, serta menekan biaya energi jika koordinasi antara pemerintah daerah, pelaku industri, dan masyarakat berjalan optimal.
Di pedesaan, biogas menjadi sumber energi bersih yang dekat dengan aktivitas masyarakat. Limbah pertanian dan peternakan dimanfaatkan menjadi bahan bakar untuk kebutuhan rumah tangga. Program biogas berkontribusi terhadap penghematan biaya, peningkatan sanitasi lingkungan, serta penurunan emisi gas rumah kaca.
Pemanfaatan biomassa juga menjadi prioritas dalam diversifikasi energi. Limbah pertanian, perkebunan, dan kehutanan diubah menjadi bahan bakar ramah lingkungan seperti pelet kayu. Program ini memperkuat ketahanan energi nasional dan meningkatkan pendapatan masyarakat, khususnya petani dan pelaku usaha kecil.
Semua program tersebut dijalankan dengan prinsip transisi energi yang adil, inklusif, dan prorakyat. Kementerian ESDM menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, pelaku industri, dan masyarakat agar manfaatnya terasa luas di seluruh wilayah.