Tren Thrifting Pakaian Bekas: Apakah Anda Benar-Benar Yakin dengan Kualitasnya?
Ketika tren thrifting, membeli pakaian bekas demi alasan ekonomi dan gaya hidup berkelanjutan, banyak orang yang mengalami kesalahpahaman bahwa pakaian bekas selalu aman digunakan. Namun, dokter spesialis kulit dan kelamin Arini Widodo dari PERDOSKI, mengingatkan bahwa kebersihan pakaian bekas sangat sulit dijamin.
"Kebersihan pakaian bekas tidak sepenuhnya dapat dijamin, baik dari proses pengumpulan, penjualan, pengiriman, hingga riwayat pemakaian sebelumnya," kata Arini. Ia juga menambahkan bahwa agen infeksi seperti bakteri, jamur, virus, dan parasit berpotensi berpindah melalui pakaian bekas tersebut.
Jika Anda terkena pakaian bekas yang menjadi sarang parasit, risiko penyakit kulit seperti scabies atau kudis meningkat. Selain itu, pakaian yang disimpan terlalu lama dan berdebu juga dapat memicu eksim, menyebabkan kulit meradang, gatal, dan bahkan melepuh jika terus digaruk tanpa penanganan medis.
Selain itu, perpindahan cairan tubuh seperti keringat atau air liur antar pengguna juga dapat menjadi media penularan infeksi. Bahkan virus pernapasan seperti influenza pun dapat bertahan di permukaan kain dan menyebar dari satu tangan ke tangan lainnya sepanjang rantai distribusi pakaian bekas.
Selain itu, ancaman lain datang dari bahan kimia yang digunakan untuk membersihkan atau menyemprot pakaian bekas sebelum dijual. Uap bahan kimia yang dihirup terus-menerus dapat menimbulkan efek samping seperti sakit kepala, vertigo, mual, muntah, penglihatan kabur, dan bahkan kejang.
Pemerintah kembali menegaskan larangan impor balpres, atau pakaian bekas dalam karung, yang dianggap ilegal. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengingatkan bahwa pelaku impor ilegal tidak hanya akan dijatuhi hukuman pidana, tetapi juga denda berat.
Gubernur Pramono Anung Wibowo dari Provinsi DKI Jakarta turut mendukung kebijakan tersebut dan meminta dinas terkait untuk memberikan pelatihan kepada pelaku UMKM, agar dapat beralih ke bisnis pakaian baru atau produk lokal yang higienis dan legal.
Ketika tren thrifting, membeli pakaian bekas demi alasan ekonomi dan gaya hidup berkelanjutan, banyak orang yang mengalami kesalahpahaman bahwa pakaian bekas selalu aman digunakan. Namun, dokter spesialis kulit dan kelamin Arini Widodo dari PERDOSKI, mengingatkan bahwa kebersihan pakaian bekas sangat sulit dijamin.
"Kebersihan pakaian bekas tidak sepenuhnya dapat dijamin, baik dari proses pengumpulan, penjualan, pengiriman, hingga riwayat pemakaian sebelumnya," kata Arini. Ia juga menambahkan bahwa agen infeksi seperti bakteri, jamur, virus, dan parasit berpotensi berpindah melalui pakaian bekas tersebut.
Jika Anda terkena pakaian bekas yang menjadi sarang parasit, risiko penyakit kulit seperti scabies atau kudis meningkat. Selain itu, pakaian yang disimpan terlalu lama dan berdebu juga dapat memicu eksim, menyebabkan kulit meradang, gatal, dan bahkan melepuh jika terus digaruk tanpa penanganan medis.
Selain itu, perpindahan cairan tubuh seperti keringat atau air liur antar pengguna juga dapat menjadi media penularan infeksi. Bahkan virus pernapasan seperti influenza pun dapat bertahan di permukaan kain dan menyebar dari satu tangan ke tangan lainnya sepanjang rantai distribusi pakaian bekas.
Selain itu, ancaman lain datang dari bahan kimia yang digunakan untuk membersihkan atau menyemprot pakaian bekas sebelum dijual. Uap bahan kimia yang dihirup terus-menerus dapat menimbulkan efek samping seperti sakit kepala, vertigo, mual, muntah, penglihatan kabur, dan bahkan kejang.
Pemerintah kembali menegaskan larangan impor balpres, atau pakaian bekas dalam karung, yang dianggap ilegal. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengingatkan bahwa pelaku impor ilegal tidak hanya akan dijatuhi hukuman pidana, tetapi juga denda berat.
Gubernur Pramono Anung Wibowo dari Provinsi DKI Jakarta turut mendukung kebijakan tersebut dan meminta dinas terkait untuk memberikan pelatihan kepada pelaku UMKM, agar dapat beralih ke bisnis pakaian baru atau produk lokal yang higienis dan legal.