Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa penghapusan iuran BPJS Kesehatan capai Rp7,69 triliun dalam jangka waktu singkat. Menurut data yang diterima redaksi, dalam kurun waktu 3 tahun (2022-2025), total biaya yang dikumpulkan dari penghapusan iuran ini mencapai sekitar Rp7,69 triliun.
Berdasarkan laporan yang dikeluarkan BPJS Kesehatan sendiri, total penjualan iuran tahun 2022 mencapai Rp1,35 triliun. Tahun berikutnya, penjualan iuran meningkat menjadi Rp1,73 triliun. Pada tahun 2025, penjualan iuran BPJS Kesehatan mencapai Rp3,47 triliun.
Dalam diskusi yang dilakukan di ruang presiden, Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa penghapusan iuran BPJS Kesehatan telah menjadi langkah strategis untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya operasional. "Penghapusan iuran ini bukan hanya mengefeksi efisiensi, tetapi juga membuka peluang bagi masyarakat Indonesia untuk memiliki akses kesehatan yang lebih baik," kata Presiden Prabowo.
Namun, perlu diingat bahwa penghapusan iuran BPJS Kesehatan masih menjadi topik kontroversi. Beberapa kalangan menyatakan bahwa keputusan ini akan mempengaruhi kualitas layanan kesehatan yang akan diterima masyarakat. "Kita harus berhati-hati dalam mengelola sumber daya kita agar layanan kesehatan tetap terjangkau bagi semua orang," kata salah satu tokoh komunitas.
Berdasarkan laporan yang dikeluarkan BPJS Kesehatan sendiri, total penjualan iuran tahun 2022 mencapai Rp1,35 triliun. Tahun berikutnya, penjualan iuran meningkat menjadi Rp1,73 triliun. Pada tahun 2025, penjualan iuran BPJS Kesehatan mencapai Rp3,47 triliun.
Dalam diskusi yang dilakukan di ruang presiden, Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa penghapusan iuran BPJS Kesehatan telah menjadi langkah strategis untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya operasional. "Penghapusan iuran ini bukan hanya mengefeksi efisiensi, tetapi juga membuka peluang bagi masyarakat Indonesia untuk memiliki akses kesehatan yang lebih baik," kata Presiden Prabowo.
Namun, perlu diingat bahwa penghapusan iuran BPJS Kesehatan masih menjadi topik kontroversi. Beberapa kalangan menyatakan bahwa keputusan ini akan mempengaruhi kualitas layanan kesehatan yang akan diterima masyarakat. "Kita harus berhati-hati dalam mengelola sumber daya kita agar layanan kesehatan tetap terjangkau bagi semua orang," kata salah satu tokoh komunitas.