Rasa Ketidakadilan Membakar Massa, Bukti Pemicu Aksi Penjarahan di Rumah Anggota DPR dan Menteri
Sebagai seorang kriminolog, Adrianus Meliala dari Universitas Indonesia mengatakan bahwa insiden penjarahan di beberapa rumah anggota dewan dan menteri pada gelombang demo akhir Agustus adalah akumulasi dari rasa kekecewaan masyarakat. Rasa ketidakadilan yang meresap di dalam diri masyarakat kemudian menjadi faktor utama yang memicu aksi penjarahan tersebut.
Menurut Adrianus, perasaan kolektif masyarakat atas rasa ketidakadilan itu menjadi pemicu yang kuat. Namun, dia juga menyebutkan bahwa ada beberapa faktor lain yang memicu aksi tersebut, seperti kebutuhan akan aksesori dan barang konsumtif yang dianggap tidak adil oleh masyarakat.
"Ada banyak variabel yang memicu aksi penjarahan tersebut, tetapi satu hal yang pasti adalah perasaan kolektif masyarakat atas rasa ketidakadilan," kata Adrianus. "Perasaan ini kemudian dipicu oleh narasi-narasi yang berkembang di media sosial dan akhirnya menjadi faktor utama yang memicu aksi penjarahan tersebut."
Selain itu, Adrianus juga menyebutkan bahwa ada beberapa pemicu lain yang memicu aksi penjarahan tersebut, seperti ajakan-ajakan untuk turun ke jalan dan serangan terhadap lembaga-lembaga yang dianggap tidak adil. Namun, dia juga menyebutkan bahwa tanpa ada perasaan kolektif, kerusuhan tak bisa pecah.
"Tanpa ada perasaan kolektif, kerusuhan tak bisa pecah," kata Adrianus. "Apa yang dilakukan oleh beberapa kalangan tersebut adalah bagian dari pemicu yang kemudian ditindaklanjuti oleh kepolisian karena memenuhi unsur perencanaan dan menimbulkan korban."
Insiden penjarahan di rumah anggota DPR dan menteri itu menjadi bukti bahwa rasa ketidakadilan dapat membakar massa dan memicu aksi yang tidak terduga. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah dan lembaga-lembaga lain untuk memahami faktor-faktor yang memicu aksi seperti ini dan untuk menemukan solusi yang tepat untuk mengatasinya.
Sebagai seorang kriminolog, Adrianus Meliala dari Universitas Indonesia mengatakan bahwa insiden penjarahan di beberapa rumah anggota dewan dan menteri pada gelombang demo akhir Agustus adalah akumulasi dari rasa kekecewaan masyarakat. Rasa ketidakadilan yang meresap di dalam diri masyarakat kemudian menjadi faktor utama yang memicu aksi penjarahan tersebut.
Menurut Adrianus, perasaan kolektif masyarakat atas rasa ketidakadilan itu menjadi pemicu yang kuat. Namun, dia juga menyebutkan bahwa ada beberapa faktor lain yang memicu aksi tersebut, seperti kebutuhan akan aksesori dan barang konsumtif yang dianggap tidak adil oleh masyarakat.
"Ada banyak variabel yang memicu aksi penjarahan tersebut, tetapi satu hal yang pasti adalah perasaan kolektif masyarakat atas rasa ketidakadilan," kata Adrianus. "Perasaan ini kemudian dipicu oleh narasi-narasi yang berkembang di media sosial dan akhirnya menjadi faktor utama yang memicu aksi penjarahan tersebut."
Selain itu, Adrianus juga menyebutkan bahwa ada beberapa pemicu lain yang memicu aksi penjarahan tersebut, seperti ajakan-ajakan untuk turun ke jalan dan serangan terhadap lembaga-lembaga yang dianggap tidak adil. Namun, dia juga menyebutkan bahwa tanpa ada perasaan kolektif, kerusuhan tak bisa pecah.
"Tanpa ada perasaan kolektif, kerusuhan tak bisa pecah," kata Adrianus. "Apa yang dilakukan oleh beberapa kalangan tersebut adalah bagian dari pemicu yang kemudian ditindaklanjuti oleh kepolisian karena memenuhi unsur perencanaan dan menimbulkan korban."
Insiden penjarahan di rumah anggota DPR dan menteri itu menjadi bukti bahwa rasa ketidakadilan dapat membakar massa dan memicu aksi yang tidak terduga. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah dan lembaga-lembaga lain untuk memahami faktor-faktor yang memicu aksi seperti ini dan untuk menemukan solusi yang tepat untuk mengatasinya.