Data angkatan kerja terbaru yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) memicu pertanyaan besar di kalangan peneliti dan analis ekonomi. Penambahan angkatan kerja biasanya mencapai rata-rata 3,5 hingga 4 juta orang per tahun, tiba-tiba anjlok menjadi hanya 1,89 juta orang di kuartal III-2025. Ini seolah-olah menandakan ada kesalahan dalam kalkulasi data yang mencolok ini.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus, menilai kondisi ini agak janggal karena perbedaan penurunan jumlah angkatan kerja yang cukup tajam. "Biasanya angkatan kerja kita tambahannya 3,5 juta atau tahun kemarin 4,4 juta, eh tiba-tiba tambahannya hanya 1,89 juta," katanya dalam webinar.
Lebih lanjut Heri mendesak BPS memberikan kejelasan atas perhitungan data yang mencolok ini. "Ini harus kita tanya ke BPS apa salah dalam kalkulasi atau kekeliruan seperti apa. Kami minta kejelasan khusus untuk data ini," tegasnya.
Anomali data ini, menurut Heri, bukanlah persoalan sepele karena kekeliruan data semacam ini akan berimplikasi serius terhadap prospek perekonomian nasional. "Implikasinya outlook perekonomian. Ekonomi kita bisa melambat dengan hitung-hitungan seperti ini," jelasnya.
Pertanyaannya, apakah pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal IV-2025 sebenarnya akan berisiko menunjukkan perlambatan karena adanya kesalahan dalam data angkatan kerja. Kekhawatiran ini semakin mengemuka karena banyak pihak yang sebelumnya optimis dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2025, didorong oleh berbagai kebijakan dan terobosan yang dilakukan pemerintah.
Menteri Keuangan Purbaya, Yudhi Sadewa, telah mengalihkan dana pemerintah di Bank Indonesia ke Bank Himbara untuk mendorong pertumbuhan kredit. Ia meyakini bahwa dampaknya dari kebijakannya itu akan mulai terasa di kuartal IV-2025.
Data BPS menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja pada Agustus 2025 terdiri dari 146,54 juta orang penduduk bekerja dan 7,46 juta orang penganggur. Jika dibandingkan dengan Agustus 2024, jumlah angkatan kerja bertambah sebesar 1,89 juta orang dan jumlah penduduk bekerja bertambah 1,90 juta orang. Sementara jumlah pengangguran berkurang sekitar 4.000 orang.
Dengan demikian, pertanyaan besar ini tidak hanya terkait dengan kesalahan dalam data angkatan kerja tetapi juga dengan potensi implikasinya terhadap prospek perekonomian nasional.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus, menilai kondisi ini agak janggal karena perbedaan penurunan jumlah angkatan kerja yang cukup tajam. "Biasanya angkatan kerja kita tambahannya 3,5 juta atau tahun kemarin 4,4 juta, eh tiba-tiba tambahannya hanya 1,89 juta," katanya dalam webinar.
Lebih lanjut Heri mendesak BPS memberikan kejelasan atas perhitungan data yang mencolok ini. "Ini harus kita tanya ke BPS apa salah dalam kalkulasi atau kekeliruan seperti apa. Kami minta kejelasan khusus untuk data ini," tegasnya.
Anomali data ini, menurut Heri, bukanlah persoalan sepele karena kekeliruan data semacam ini akan berimplikasi serius terhadap prospek perekonomian nasional. "Implikasinya outlook perekonomian. Ekonomi kita bisa melambat dengan hitung-hitungan seperti ini," jelasnya.
Pertanyaannya, apakah pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal IV-2025 sebenarnya akan berisiko menunjukkan perlambatan karena adanya kesalahan dalam data angkatan kerja. Kekhawatiran ini semakin mengemuka karena banyak pihak yang sebelumnya optimis dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2025, didorong oleh berbagai kebijakan dan terobosan yang dilakukan pemerintah.
Menteri Keuangan Purbaya, Yudhi Sadewa, telah mengalihkan dana pemerintah di Bank Indonesia ke Bank Himbara untuk mendorong pertumbuhan kredit. Ia meyakini bahwa dampaknya dari kebijakannya itu akan mulai terasa di kuartal IV-2025.
Data BPS menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja pada Agustus 2025 terdiri dari 146,54 juta orang penduduk bekerja dan 7,46 juta orang penganggur. Jika dibandingkan dengan Agustus 2024, jumlah angkatan kerja bertambah sebesar 1,89 juta orang dan jumlah penduduk bekerja bertambah 1,90 juta orang. Sementara jumlah pengangguran berkurang sekitar 4.000 orang.
Dengan demikian, pertanyaan besar ini tidak hanya terkait dengan kesalahan dalam data angkatan kerja tetapi juga dengan potensi implikasinya terhadap prospek perekonomian nasional.