Pembangunan <i>family office</i> di Bali kembali menjadi sorotan publik setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak penggunaan dana APBN untuk proyek tersebut. Penolakan ini mengikuti upaya pemerintah mempercepat pembentukan pusat keuangan baru di Pulau Dewata.
Menurut Purbaya, Dewan Ekonomi Nasional (DEN) harus mencari pembiayaan sendiri tanpa mengandalkan anggaran negara. Ia menegaskan bahwa APBN saat ini difokuskan untuk program prioritas dan stimulus ekonomi domestik.
"Saya sudah dengar lama isu itu, tapi biar saja. Kalau DEN bisa bangun sendiri, ya bangun aja sendiri," ujarnya kepada awak media saat ditemui di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Jakarta Selatan, Senin.
Pembangunan <i>family office</i> berpotensi menarik arus investasi global yang sangat besar, sekaligus meningkatkan peredaran modal di dalam negeri. Namun, penolakan penggunaan APBN untuk proyek ini juga menimbulkan risiko dampak negatif bagi neraca pembayaran dan stabilitas keuangan nasional.
Selain itu, skema bebas pajak yang diusulkan dalam konsep <i>family office</i> dikhawatirkan akan mengurangi potensi penerimaan negara. Kritik juga datang dari sejumlah ekonom seperti Bhima Yudhistira, yang menilai kebijakan bebas pajak dapat menghambat upaya pemerintah dalam menegakkan keadilan fiskal dan mengungkap harta para "crazy rich".
Dengan demikian, pembangunan <i>family office</i> harus dilakukan tanpa membebani APBN dan disertai pengawasan ketat, agar tidak menjadi celah baru bagi praktik keuangan yang tidak transparan dan merugikan negara.
Menurut Purbaya, Dewan Ekonomi Nasional (DEN) harus mencari pembiayaan sendiri tanpa mengandalkan anggaran negara. Ia menegaskan bahwa APBN saat ini difokuskan untuk program prioritas dan stimulus ekonomi domestik.
"Saya sudah dengar lama isu itu, tapi biar saja. Kalau DEN bisa bangun sendiri, ya bangun aja sendiri," ujarnya kepada awak media saat ditemui di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Jakarta Selatan, Senin.
Pembangunan <i>family office</i> berpotensi menarik arus investasi global yang sangat besar, sekaligus meningkatkan peredaran modal di dalam negeri. Namun, penolakan penggunaan APBN untuk proyek ini juga menimbulkan risiko dampak negatif bagi neraca pembayaran dan stabilitas keuangan nasional.
Selain itu, skema bebas pajak yang diusulkan dalam konsep <i>family office</i> dikhawatirkan akan mengurangi potensi penerimaan negara. Kritik juga datang dari sejumlah ekonom seperti Bhima Yudhistira, yang menilai kebijakan bebas pajak dapat menghambat upaya pemerintah dalam menegakkan keadilan fiskal dan mengungkap harta para "crazy rich".
Dengan demikian, pembangunan <i>family office</i> harus dilakukan tanpa membebani APBN dan disertai pengawasan ketat, agar tidak menjadi celah baru bagi praktik keuangan yang tidak transparan dan merugikan negara.