Keraton Surakarta, simbol warisan budaya Jawa yang telah berdiri sejak tahun 1745. Pusat kebudayaan dan sejarah penting ini merupakan penerus langsung dari Kerajaan Mataram Islam setelah Perjanjian Giyanti yang memisahkan wilayah kekuasaan Mataram menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.
Rajanya, Sri Susuhunan Pakubuwono II, memimpin dengan peran besar dalam menjaga tradisi, seni, dan nilai-nilai luhur Jawa di tengah perubahan zaman. Ia memindahkan pusat kerajaan ke Desa Sala dan mendirikan Keraton Surakarta yang menjadi simbol baru identitas budaya Jawa.
Masa pemerintahannya berlangsung hingga 1749, ketika ia wafat meninggalkan warisan Keraton Surakarta yang menjadi jantung budaya Solo. Ia diturunkan oleh ayahnya, Pakubuwono II, dan dianggap sebagai raja Jawa pertama yang secara resmi dilantik oleh pihak Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) melalui wakil mereka.
Berikut adalah daftar raja-rja Kasunanan Surakarta dari masa ke masa:
Pakubuwono II (1745-1749)
Pakubuwono III (1749-1788), yang memimpin dengan ambisi kuat untuk memperkuat posisi keraton Surakarta dan memelihara tradisi keagamaan serta budaya Jawa.
Pakubuwono IV (1788-1820), yang dikenal sebagai raja yang memiliki ambisi kuat untuk memperkuat posisi keraton Surakarta dan memelihara tradisi keagamaan serta budaya Jawa, meski memicu konflik.
Pakubuwono V (1820-1823), yang memiliki reputasi sebagai pemimpin yang mendukung budaya Jawa dan kesenian, serta berusaha memberantas korupsi di lingkungan keraton.
Pakubuwono VI (1823-1830), yang dikenal dengan julukan "Sinuhun Bangun Tapa" karena kegemarannya melakukan tapa brata, menggambarkan sisi spiritual dan tradisional dari seorang raja Jawa.
Pakubuwono VII (1830-1858), yang memerintah dalam periode yang relatif tenang bagi keraton, serta fokus utama bergeser dari konflik ke pengembangan budaya dan kesejahteraan rakyat.
Masing-masing raja memiliki peran besar dalam menjaga tradisi, seni, dan nilai-nilai luhur Jawa di tengah perubahan zaman. Mereka menjadi simbol warisan budaya Jawa yang telah berdiri sejak tahun 1745.
Rajanya, Sri Susuhunan Pakubuwono II, memimpin dengan peran besar dalam menjaga tradisi, seni, dan nilai-nilai luhur Jawa di tengah perubahan zaman. Ia memindahkan pusat kerajaan ke Desa Sala dan mendirikan Keraton Surakarta yang menjadi simbol baru identitas budaya Jawa.
Masa pemerintahannya berlangsung hingga 1749, ketika ia wafat meninggalkan warisan Keraton Surakarta yang menjadi jantung budaya Solo. Ia diturunkan oleh ayahnya, Pakubuwono II, dan dianggap sebagai raja Jawa pertama yang secara resmi dilantik oleh pihak Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) melalui wakil mereka.
Berikut adalah daftar raja-rja Kasunanan Surakarta dari masa ke masa:
Pakubuwono II (1745-1749)
Pakubuwono III (1749-1788), yang memimpin dengan ambisi kuat untuk memperkuat posisi keraton Surakarta dan memelihara tradisi keagamaan serta budaya Jawa.
Pakubuwono IV (1788-1820), yang dikenal sebagai raja yang memiliki ambisi kuat untuk memperkuat posisi keraton Surakarta dan memelihara tradisi keagamaan serta budaya Jawa, meski memicu konflik.
Pakubuwono V (1820-1823), yang memiliki reputasi sebagai pemimpin yang mendukung budaya Jawa dan kesenian, serta berusaha memberantas korupsi di lingkungan keraton.
Pakubuwono VI (1823-1830), yang dikenal dengan julukan "Sinuhun Bangun Tapa" karena kegemarannya melakukan tapa brata, menggambarkan sisi spiritual dan tradisional dari seorang raja Jawa.
Pakubuwono VII (1830-1858), yang memerintah dalam periode yang relatif tenang bagi keraton, serta fokus utama bergeser dari konflik ke pengembangan budaya dan kesejahteraan rakyat.
Masing-masing raja memiliki peran besar dalam menjaga tradisi, seni, dan nilai-nilai luhur Jawa di tengah perubahan zaman. Mereka menjadi simbol warisan budaya Jawa yang telah berdiri sejak tahun 1745.