Pemimpin Nahdlatul Ulama (NU) harus kembali berdiri pada hikmah tatanan ulama, bukan dinamika perebutan pengaruh yang dapat menggerus marwah organisasi. Menurut cendekiawan NU dan dosen di Melbourne Law School, Nadirsyah Hosen, upaya penyederhanaan struktur internal PBNU sebenarnya adalah langkah untuk kembalikan jam'iyyah ke nilai-nilai awalnya.
Nadir mengingatkan bahwa NU tumbuh dari kultur kesederhanaan para kiai kampung: mengajar, mengayomi, dan membimbing umat tanpa glamor dan transaksi. Ia menilai upaya menyederhanakan NU merupakan langkah untuk melangkah maju dan kembali ke nilai-nilai yang sebenarnya.
Selain itu, Nadirsyah juga mendorong PBNU membahas persoalan pembiayaan organisasi. Dia menekankan urgensi kemandirian ekonomi yang dimulai dari penyelenggaraan Muktamar. Ia menyerukan agar Muktamar NU kembali sederhana dan bersahaja, tanpa ketergantungan pada bantuan pihak luar.
"Semua itu hanya menimbulkan loyalitas pragmatis dan kooptasi kepentingan," ujar Nadirsyah. Dia juga mengingatkan bahwa delegasi dari PWNU, PCNU, maupun PCINU sebaiknya hadir dengan biaya urunan internal masing-masing.
Menurutnya, jika Muktamar bersih dari ongkos politik, kita dapat memilih pemimpin yang memang layak, bukan yang paling mampu menutupi biaya. Ia menambahkan bahwa NU memiliki posisi terlalu besar untuk dibiarkan berlarut dalam kekisruhan.
"NU terlalu mulia untuk diseret kepentingan jangka pendek," tegasnya. Menyederhanakan NU bukan kemunduran, justru itulah jalan untuk melangkah maju.
Nadir mengingatkan bahwa NU tumbuh dari kultur kesederhanaan para kiai kampung: mengajar, mengayomi, dan membimbing umat tanpa glamor dan transaksi. Ia menilai upaya menyederhanakan NU merupakan langkah untuk melangkah maju dan kembali ke nilai-nilai yang sebenarnya.
Selain itu, Nadirsyah juga mendorong PBNU membahas persoalan pembiayaan organisasi. Dia menekankan urgensi kemandirian ekonomi yang dimulai dari penyelenggaraan Muktamar. Ia menyerukan agar Muktamar NU kembali sederhana dan bersahaja, tanpa ketergantungan pada bantuan pihak luar.
"Semua itu hanya menimbulkan loyalitas pragmatis dan kooptasi kepentingan," ujar Nadirsyah. Dia juga mengingatkan bahwa delegasi dari PWNU, PCNU, maupun PCINU sebaiknya hadir dengan biaya urunan internal masing-masing.
Menurutnya, jika Muktamar bersih dari ongkos politik, kita dapat memilih pemimpin yang memang layak, bukan yang paling mampu menutupi biaya. Ia menambahkan bahwa NU memiliki posisi terlalu besar untuk dibiarkan berlarut dalam kekisruhan.
"NU terlalu mulia untuk diseret kepentingan jangka pendek," tegasnya. Menyederhanakan NU bukan kemunduran, justru itulah jalan untuk melangkah maju.