PBNU Harus Menghadapi Dua Kekacauan dalam Struktur Internal
Cendekiawan Nahdlatul Ulama, Nadirsyah Hosen, menuntut upaya penyederhanaan struktur di internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Menurutnya, dualisme legitimasi antara Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU menghambat roda organisasi hingga berbulan-bulan. Sehingga, Nadirsyah mendorong agar Muktamar mengevaluasi mekanisme pemilihan pimpinan.
Nadir mengusulkan bahwa hanya Rais 'Aam yang dipilih langsung oleh Muktamar, sementara Ketua Umum ditunjuk oleh Rais 'Aam terpilih. Dengan model ini, tidak ada lagi dua figur yang sama-sama merasa dipilih Muktamar. Konsolidasi Syuriyah dan Tanfidziyah menjadi lebih stabil karena Ketua Umum berangkat dari amanah Rais 'Aam, bukan menjadi kutub tandingan.
Nadirsyah menekankan bahwa NU harus kembali berdiri pada hikmah tatanan ulama, bukan dinamika perebutan pengaruh yang dapat menggerus marwah organisasi. Dia juga mendorong PBNU membahas persoalan pembiayaan organisasi. Menurutnya, urgensi kemandirian ekonomi dimulai dari pembenahan paling dasar dan simbolis, yakni penyelenggaraan Muktamar.
Nadir menyerukan agar Muktamar NU kembali sederhana dan bersahaja, tanpa ketergantungan pada bantuan pihak luar. Dia mengingatkan bahwa NU tumbuh dari kultur kesederhanaan para kiai kampung: mengajar, mengayomi, dan membimbing umat tanpa glamor dan transaksi.
Dengan struktur yang jelas, manajemen rapi, ekonomi mandiri, dan Muktamar yang suci dari kepentingan pragmatis, NU dapat kembali pulih dan berjalan memberi arah bagi jama'ah. Menyederhanakan NU bukan kemunduran, justru itulah jalan untuk melangkah maju.
Cendekiawan Nahdlatul Ulama, Nadirsyah Hosen, menuntut upaya penyederhanaan struktur di internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Menurutnya, dualisme legitimasi antara Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU menghambat roda organisasi hingga berbulan-bulan. Sehingga, Nadirsyah mendorong agar Muktamar mengevaluasi mekanisme pemilihan pimpinan.
Nadir mengusulkan bahwa hanya Rais 'Aam yang dipilih langsung oleh Muktamar, sementara Ketua Umum ditunjuk oleh Rais 'Aam terpilih. Dengan model ini, tidak ada lagi dua figur yang sama-sama merasa dipilih Muktamar. Konsolidasi Syuriyah dan Tanfidziyah menjadi lebih stabil karena Ketua Umum berangkat dari amanah Rais 'Aam, bukan menjadi kutub tandingan.
Nadirsyah menekankan bahwa NU harus kembali berdiri pada hikmah tatanan ulama, bukan dinamika perebutan pengaruh yang dapat menggerus marwah organisasi. Dia juga mendorong PBNU membahas persoalan pembiayaan organisasi. Menurutnya, urgensi kemandirian ekonomi dimulai dari pembenahan paling dasar dan simbolis, yakni penyelenggaraan Muktamar.
Nadir menyerukan agar Muktamar NU kembali sederhana dan bersahaja, tanpa ketergantungan pada bantuan pihak luar. Dia mengingatkan bahwa NU tumbuh dari kultur kesederhanaan para kiai kampung: mengajar, mengayomi, dan membimbing umat tanpa glamor dan transaksi.
Dengan struktur yang jelas, manajemen rapi, ekonomi mandiri, dan Muktamar yang suci dari kepentingan pragmatis, NU dapat kembali pulih dan berjalan memberi arah bagi jama'ah. Menyederhanakan NU bukan kemunduran, justru itulah jalan untuk melangkah maju.