Ketergantungan Indonesia pada batu bara masih menjadi hambatan bagi transisi energi yang lebih hijau. Meskipun pemerintah berkomitmen dalam Perjanjian Paris untuk mengurangi emisi karbon, nasional tetap bergantung pada energi fosil ini sebagai sumber listrik utama. Menurut hasil riset Center of Economic and Law Studies (CELIOS) dan survei Enter Nusantara, bank-bank besar domestik seperti Mandiri, BRI, dan BNI masih memberikan dana yang signifikan ke perusahaan batu bara.
Peneliti CELIOS, Rani Septyarini, menyebutkan bahwa kondisi ini merupakan paradoks kebijakan. Pemerintah mendorong transisi energi menuju masa depan yang lebih hijau, namun uang publik yang dikontrol oleh bank dan lembaga keuangan lainnya masih menjadi penopang bagi industri batubara. Rani mengatakan bahwa peran lembaga-lembaga negara seperti Danantara, superholding aset BUMN senilai Rp15.000 triliun, tetap belum sepenuhnya transparan dalam arah investasinya.
Menurut Rani, transisi energi harus dilakukan dengan cepat agar tidak terhambat oleh industri batu bara yang masih banyak mendapatkan pendanaan dari bank domestik. Bahkan, hasil survei Enter Nusantara menunjukkan bahwa bank domestik telah memberikan dana sebesar 19,7 miliar dolar AS untuk proyek-proyek energi fosil, sedangkan investasi dalam energi terbarukan hanya mencapai Rp1,7 triliun.
Rani memperingatkan bahwa ketergantungan terhadap batu bara tidak hanya berisiko bagi lingkungan, tetapi juga bagi stabilitas ekonomi nasional. Penurunan harga batu bara global dapat meningkatkan risiko kredit dan menurunkan nilai aset lembaga keuangan yang masih bergantung pada sektor ini.
Peneliti CELIOS, Rani Septyarini, menyebutkan bahwa kondisi ini merupakan paradoks kebijakan. Pemerintah mendorong transisi energi menuju masa depan yang lebih hijau, namun uang publik yang dikontrol oleh bank dan lembaga keuangan lainnya masih menjadi penopang bagi industri batubara. Rani mengatakan bahwa peran lembaga-lembaga negara seperti Danantara, superholding aset BUMN senilai Rp15.000 triliun, tetap belum sepenuhnya transparan dalam arah investasinya.
Menurut Rani, transisi energi harus dilakukan dengan cepat agar tidak terhambat oleh industri batu bara yang masih banyak mendapatkan pendanaan dari bank domestik. Bahkan, hasil survei Enter Nusantara menunjukkan bahwa bank domestik telah memberikan dana sebesar 19,7 miliar dolar AS untuk proyek-proyek energi fosil, sedangkan investasi dalam energi terbarukan hanya mencapai Rp1,7 triliun.
Rani memperingatkan bahwa ketergantungan terhadap batu bara tidak hanya berisiko bagi lingkungan, tetapi juga bagi stabilitas ekonomi nasional. Penurunan harga batu bara global dapat meningkatkan risiko kredit dan menurunkan nilai aset lembaga keuangan yang masih bergantung pada sektor ini.