Bahlil Lahadalia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), memastikan bahwa strategi energi nasional Indonesia terus menjadi upaya utama untuk menyelesaikan target ketahanan dan swasembada energi. Strategi ini bertumpu pada tiga pilar utama, yaitu:
1. Optimalisasi Sumur Tua: Menerapkan Enhanced Oil Recovery (EOR) dan mereaktivasi sumur tua untuk meningkatkan produksi minyak.
2. "Memaksa" Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S): Menekankan pentingnya kontraktor K3S yang memiliki Rencana Pengembangan atau PoD namun tidak kunjung dieksekusi untuk segera mengeksekusi komitmen mereka.
3. Eksplorasi Besar-besaran: Mendorong penawaran 75 blok migas dan memulai eksplorasi masif yang saat ini mulai berjalan.
Selain itu, Bahlil juga membahas program hilirisasi sebagai andalan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. Program ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri dan memicu munculnya industrialisasi.
Namun, Bahlil juga mengakui bahwa hilirisasi belum adil bagi semua orang di Indonesia, dengan keseimbangan antara kepentingan negara dan rakyat yang perlu segera ditingkatkan.
Selain itu, ia juga membahas tentang perang substitusi impor (LPG, bensin, solar) sebagai momok kedua setelah lifting. Ia menyebut solusinya adalah hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME), serta mengemban program etanol (E10-E20) dari jagung, tebu, singkong, atau sorgum.
Data resmi ESDM memaparkan visi NZE2060 yang sangat ambisius, namun Bahlil menyatakan bahwa keekonomian bukan tekanan global yang akan menjadi pemicu utama transisi energi di Indonesia.
1. Optimalisasi Sumur Tua: Menerapkan Enhanced Oil Recovery (EOR) dan mereaktivasi sumur tua untuk meningkatkan produksi minyak.
2. "Memaksa" Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S): Menekankan pentingnya kontraktor K3S yang memiliki Rencana Pengembangan atau PoD namun tidak kunjung dieksekusi untuk segera mengeksekusi komitmen mereka.
3. Eksplorasi Besar-besaran: Mendorong penawaran 75 blok migas dan memulai eksplorasi masif yang saat ini mulai berjalan.
Selain itu, Bahlil juga membahas program hilirisasi sebagai andalan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. Program ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri dan memicu munculnya industrialisasi.
Namun, Bahlil juga mengakui bahwa hilirisasi belum adil bagi semua orang di Indonesia, dengan keseimbangan antara kepentingan negara dan rakyat yang perlu segera ditingkatkan.
Selain itu, ia juga membahas tentang perang substitusi impor (LPG, bensin, solar) sebagai momok kedua setelah lifting. Ia menyebut solusinya adalah hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME), serta mengemban program etanol (E10-E20) dari jagung, tebu, singkong, atau sorgum.
Data resmi ESDM memaparkan visi NZE2060 yang sangat ambisius, namun Bahlil menyatakan bahwa keekonomian bukan tekanan global yang akan menjadi pemicu utama transisi energi di Indonesia.