Penyusunan buku ajar SD kelas 1 yang digunakan di sekolah-sekolah nusantara menjadi topik perdebatan masyarakat. Meski, buku tersebut bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan siswa akan pentingnya Pancasila, namun banyak orang tua yang mengeluh karena pemaparan materi ajar di buku-buku tersebut kian sukar dipahami dan tidak ramah bagi anak-anak. Hal ini membuat banyak orang tua meminta perhatian dari guru dan pemerintah agar dapat melakukan perubahan dalam penyusunan buku tersebut.
Salah satu contoh yang dituangkan oleh Ida, seorang ibu dari kota Bandung, adalah soal-soal latihan di buku pelajaran Pendidikan Pancasila. Soal-soal seperti "Memakai produk dalam negeri adalah contoh penerapan sila berapa?" dan "Sebutkan contoh penerapan sila keempat" menurut Ida sangat sulit untuk anak kelas 1 SD dipahami. Siswa-siswi kelas 1 nusantara masih belum mampu mengerti betul arti kata "musyawarah" dalam sila keempat Pancasila dan memerlukan bantuan ekstra agar dapat paham.
Selain itu, di sisi lain ada permasalahan yang lebih luas yaitu gonta-ganti kurikulum. Menurut Alfian Bahri, seorang guru matpel Bahasa Indonesia di sekolah menengah pertama (SMP) di Surabaya, pergantian kurikulum yang terjadi secara berkala membuat nomenklatur buku menjadi tidak relevan dengan tingkat keterampilan berbahasa murid-muridnya. Penggunaan bahasa yang sulit dipahami oleh siswa juga menimbulkan banyak masalah bagi guru dalam melakukan penyesuaian kebahasaan materi ajar.
Dalam keseluruhan, permasalahan penyusunan buku pelajaran SD kelas 1 menjadi perhatian masyarakat. Pemerintah dan pihak sekolah harus segera mengatasi masalah tersebut agar siswa dapat memperoleh pengetahuan yang lebih baik dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan kebahasaan mereka.
Salah satu contoh yang dituangkan oleh Ida, seorang ibu dari kota Bandung, adalah soal-soal latihan di buku pelajaran Pendidikan Pancasila. Soal-soal seperti "Memakai produk dalam negeri adalah contoh penerapan sila berapa?" dan "Sebutkan contoh penerapan sila keempat" menurut Ida sangat sulit untuk anak kelas 1 SD dipahami. Siswa-siswi kelas 1 nusantara masih belum mampu mengerti betul arti kata "musyawarah" dalam sila keempat Pancasila dan memerlukan bantuan ekstra agar dapat paham.
Selain itu, di sisi lain ada permasalahan yang lebih luas yaitu gonta-ganti kurikulum. Menurut Alfian Bahri, seorang guru matpel Bahasa Indonesia di sekolah menengah pertama (SMP) di Surabaya, pergantian kurikulum yang terjadi secara berkala membuat nomenklatur buku menjadi tidak relevan dengan tingkat keterampilan berbahasa murid-muridnya. Penggunaan bahasa yang sulit dipahami oleh siswa juga menimbulkan banyak masalah bagi guru dalam melakukan penyesuaian kebahasaan materi ajar.
Dalam keseluruhan, permasalahan penyusunan buku pelajaran SD kelas 1 menjadi perhatian masyarakat. Pemerintah dan pihak sekolah harus segera mengatasi masalah tersebut agar siswa dapat memperoleh pengetahuan yang lebih baik dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan kebahasaan mereka.