Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia pada bulan September 2025 kembali mencatat surplus sebesar $4,34 miliar dolar AS. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia telah membukukan surplus selama 65 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Surplus tersebut lebih ditopang oleh komoditas nonmigas dengan nilai $5,99 miliar dolar AS. Penyumbang utama dari surplus nonmigas adalah lemak dan minyak hewani atau nabati (HS 15), bahan bakar mineral (HS 27), serta besi dan baja (HS 72).
Sementara itu, neraca perdagangan komoditas migas pada bulan September 2025 mencatat defisit sebesar $1,64 miliar dolar AS. Defisit ini disumbang oleh impor minyak mentah dan hasil minyak.
Secara kumulatif, sepanjang Januari hingga September 2025, neraca perdagangan Indonesia masih mencatat surplus besar senilai $33,48 miliar dolar AS. Surplus tersebut ditopang oleh sektor nonmigas dengan nilai $47,20 miliar dolar AS.
Berdasarkan data dari BPS, Amerika Serikat menjadi negara penyumbang surplus terbesar bagi Indonesia dengan nilai $13,48 miliar dolar AS, diikuti India sebesar $10,45 miliar dolar AS dan Filipina sebesar $6,54 miliar dolar AS. Sementara defisit terdalam tercatat terhadap Tiongkok sebesar $14,32 miliar dolar AS.
Untuk kelompok nonmigas, tiga negara penyumbang surplus terbesar masih sama, yakni Amerika Serikat (15,70 miliar dolar AS), India (10,52 miliar dolar AS) dan Filipina (6,45 miliar dolar AS). Sementara defisit nonmigas terdalam berasal dari Tiongkok (15,60 miliar dolar AS).
Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki kekuatan komoditas yang cukup untuk menjaga neraca perdagangan positif. Namun, perlu dilakukan penyesuaian agar industri ekonomi dapat terus berkembang dan meningkatkan kemampuan kompetitif dalam pasar internasional.
Surplus tersebut lebih ditopang oleh komoditas nonmigas dengan nilai $5,99 miliar dolar AS. Penyumbang utama dari surplus nonmigas adalah lemak dan minyak hewani atau nabati (HS 15), bahan bakar mineral (HS 27), serta besi dan baja (HS 72).
Sementara itu, neraca perdagangan komoditas migas pada bulan September 2025 mencatat defisit sebesar $1,64 miliar dolar AS. Defisit ini disumbang oleh impor minyak mentah dan hasil minyak.
Secara kumulatif, sepanjang Januari hingga September 2025, neraca perdagangan Indonesia masih mencatat surplus besar senilai $33,48 miliar dolar AS. Surplus tersebut ditopang oleh sektor nonmigas dengan nilai $47,20 miliar dolar AS.
Berdasarkan data dari BPS, Amerika Serikat menjadi negara penyumbang surplus terbesar bagi Indonesia dengan nilai $13,48 miliar dolar AS, diikuti India sebesar $10,45 miliar dolar AS dan Filipina sebesar $6,54 miliar dolar AS. Sementara defisit terdalam tercatat terhadap Tiongkok sebesar $14,32 miliar dolar AS.
Untuk kelompok nonmigas, tiga negara penyumbang surplus terbesar masih sama, yakni Amerika Serikat (15,70 miliar dolar AS), India (10,52 miliar dolar AS) dan Filipina (6,45 miliar dolar AS). Sementara defisit nonmigas terdalam berasal dari Tiongkok (15,60 miliar dolar AS).
Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki kekuatan komoditas yang cukup untuk menjaga neraca perdagangan positif. Namun, perlu dilakukan penyesuaian agar industri ekonomi dapat terus berkembang dan meningkatkan kemampuan kompetitif dalam pasar internasional.