BPJPH Tandatangani Kuliner Halal sebagai Representasi Kekuatan Budaya Indonesia
Dalam acara Indonesia International Halal Chef Competition (IN2HCC) 2025 di Jakarta, Sekretaris Utama Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) RI Muhammad Aqil Irham menegaskan bahwa kuliner halal tidak hanya mencerminkan wajud kepatuhan terhadap regulasi Jaminan Produk Halal (JPH) tetapi juga merepresentasikan kekuatan budaya bangsa Indonesia.
"Kuliner halal adalah representasi dua hal. Pertama, kepatuhan atas kewajiban sertifikasi halal sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Jaminan Produk Halal," kata Muhammad Aqil Irham dalam keterangan tertulis. "Kedua, sebagai wujud kekuatan budaya. Kita memiliki warisan kuliner yang kaya, dan jika diolah dengan prinsip jaminan produk halal, maka kuliner tersebut menjadi simbol kualitas, integritas, serta identitas bangsa di mata dunia."
Kuliner halal memegang peran strategis dalam penguatan ekosistem halal nasional karena bersentuhan langsung dengan masyarakat luas. Kehalalan produk makanan dan minuman bukan sekadar label formalitas pada produk, melainkan sebagai bentuk jaminan kualitas, bagian dari perlindungan konsumen, bahkan menjadi pendongkrak daya saing produk nasional.
Penguatan sektor kuliner halal juga merupakan bagian penting dari percepatan implementasi wajib halal tahap kedua pada Oktober 2026, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal serta Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Bidang JPH.
"Dan dengan adanya implementasi Wajib Halal Oktober 2026, maka halal harus menjadi karakter dan budaya produksi bangsa," tuturnya.
Dalam acara Indonesia International Halal Chef Competition (IN2HCC) 2025 di Jakarta, Sekretaris Utama Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) RI Muhammad Aqil Irham menegaskan bahwa kuliner halal tidak hanya mencerminkan wajud kepatuhan terhadap regulasi Jaminan Produk Halal (JPH) tetapi juga merepresentasikan kekuatan budaya bangsa Indonesia.
"Kuliner halal adalah representasi dua hal. Pertama, kepatuhan atas kewajiban sertifikasi halal sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Jaminan Produk Halal," kata Muhammad Aqil Irham dalam keterangan tertulis. "Kedua, sebagai wujud kekuatan budaya. Kita memiliki warisan kuliner yang kaya, dan jika diolah dengan prinsip jaminan produk halal, maka kuliner tersebut menjadi simbol kualitas, integritas, serta identitas bangsa di mata dunia."
Kuliner halal memegang peran strategis dalam penguatan ekosistem halal nasional karena bersentuhan langsung dengan masyarakat luas. Kehalalan produk makanan dan minuman bukan sekadar label formalitas pada produk, melainkan sebagai bentuk jaminan kualitas, bagian dari perlindungan konsumen, bahkan menjadi pendongkrak daya saing produk nasional.
Penguatan sektor kuliner halal juga merupakan bagian penting dari percepatan implementasi wajib halal tahap kedua pada Oktober 2026, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal serta Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Bidang JPH.
"Dan dengan adanya implementasi Wajib Halal Oktober 2026, maka halal harus menjadi karakter dan budaya produksi bangsa," tuturnya.