Diketahui, Asia memiliki potensi besar untuk menjadi penggerak utama ekonomi hijau dan pasar karbon dunia. Menurut Sandiaga Salahuddin Uno, kepemimpinan ini tidak hanya merupakan kerentanan, tetapi juga potensi yang signifikan. Dia menjelaskan bahwa dengan menggabungkan inovasi, pembiayaan hijau, dan reformasi kebijakan, Asia dapat mengubah risiko iklim menjadi peluang ekonomi sekaligus menjadi mesin dekarbonisasi global.
Di Indonesia sendiri, perdagangan karbon melalui IDX Carbon tumbuh hampir lima kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Sandiaga Uno menekankan fokus utama adalah memastikan integritas, keterlacakan, dan dampak yang terukur. Dia juga menyebutkan momentum investasi tumbuh di tiga sektor utama, yaitu proyek berbasis alam seperti mangrove, lahan gambut, dan kehutanan; solusi berbasis teknologi seperti pemantauan digital berbasis blockchain dan kecerdasan buatan; serta pengembangan ekosistem pendukung seperti bursa karbon digital dan model pembiayaan campuran.
Potensi proyek berbasis alam di Indonesia diperkirakan mencapai 13 miliar ton CO2 ekuivalen dengan nilai hampir US$8 miliar per tahun. Sandiaga Uno juga menyoroti langkah Indonesia yang baru saja membuka kembali jendela perdagangan karbon internasional setelah empat tahun vakum. Dia percaya bahwa tata kelola yang lebih kuat dan kejelasan harga ini dapat menciptakan likuiditas baru, akses global, dan mengubah modal alam menjadi modal yang dapat diinvestasikan.
Perusahaan kini tidak lagi sekadar melakukan offset emisi, melainkan mulai menanamkan kredit karbon dalam strategi dekarbonisasi mereka. Sandiaga Uno juga menekankan pentingnya kolaborasi regional, terutama antara Indonesia dan Singapura. Menurut dia, bersama-sama, kita bisa menetapkan standar regional, memperdagangkan kredit lintas negara, dan menjadikan Asia sebagai pusat pasar karbon paling kredibel di dunia.
Selanjutnya, Sandiaga Uno menyatakan bahwa Indonesia memiliki tiga fokus utama dalam peta jalan dekarbonisasi nasional, yaitu transisi energi menuju energi terbarukan dan biofuel, solusi berbasis alam melalui restorasi tiga juta hektar mangrove, serta digitalisasi sistem pemantauan dan tata kelola (digital MRV) untuk menjamin transparansi dan kepercayaan publik.
Di Indonesia sendiri, perdagangan karbon melalui IDX Carbon tumbuh hampir lima kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Sandiaga Uno menekankan fokus utama adalah memastikan integritas, keterlacakan, dan dampak yang terukur. Dia juga menyebutkan momentum investasi tumbuh di tiga sektor utama, yaitu proyek berbasis alam seperti mangrove, lahan gambut, dan kehutanan; solusi berbasis teknologi seperti pemantauan digital berbasis blockchain dan kecerdasan buatan; serta pengembangan ekosistem pendukung seperti bursa karbon digital dan model pembiayaan campuran.
Potensi proyek berbasis alam di Indonesia diperkirakan mencapai 13 miliar ton CO2 ekuivalen dengan nilai hampir US$8 miliar per tahun. Sandiaga Uno juga menyoroti langkah Indonesia yang baru saja membuka kembali jendela perdagangan karbon internasional setelah empat tahun vakum. Dia percaya bahwa tata kelola yang lebih kuat dan kejelasan harga ini dapat menciptakan likuiditas baru, akses global, dan mengubah modal alam menjadi modal yang dapat diinvestasikan.
Perusahaan kini tidak lagi sekadar melakukan offset emisi, melainkan mulai menanamkan kredit karbon dalam strategi dekarbonisasi mereka. Sandiaga Uno juga menekankan pentingnya kolaborasi regional, terutama antara Indonesia dan Singapura. Menurut dia, bersama-sama, kita bisa menetapkan standar regional, memperdagangkan kredit lintas negara, dan menjadikan Asia sebagai pusat pasar karbon paling kredibel di dunia.
Selanjutnya, Sandiaga Uno menyatakan bahwa Indonesia memiliki tiga fokus utama dalam peta jalan dekarbonisasi nasional, yaitu transisi energi menuju energi terbarukan dan biofuel, solusi berbasis alam melalui restorasi tiga juta hektar mangrove, serta digitalisasi sistem pemantauan dan tata kelola (digital MRV) untuk menjamin transparansi dan kepercayaan publik.