Kerja sama antara mitra dan Ka-SPPG menjadi semakin penting agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) dapat berjalan dengan baik. Wakil Kepala Badan Gizi Nasional, Nanik Sudaryati Deyang, menekankan bahwa kerja sama yang solid diperlukan untuk mengantisipasi kesalahan dan perselisihan yang mungkin terjadi.
Dalam rapat sosialisasi dan evaluasi pelaksanaan program MBG di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Nanik meminta para Kepala SPPG untuk membangun kerja sama dengan mitra atau yayasan pengelola. "Kalau kalian malah berantem, dan tidak bisa bekerja sama, bagaimana program yang sangat luar biasa ini bisa berjalan dengan baik," ujarnya.
Penegasan ini datang setelah adanya laporan SPPG yang menghentikan operasional karena perselisihan antara mitra, Kepala SPPG, ahli gizi, dan akuntan. Kondisi tersebut menyebabkan beberapa petugas memilih mundur sehingga operasional dapur tidak dapat diteruskan.
Nanik menjelaskan bahwa keberlanjutan operasional SPPG membutuhkan kehadiran dan peran aktif semua pihak, terutama dalam pengajuan proposal, proses pencairan anggaran, serta pemenuhan berbagai persyaratan teknis. Persyaratan tersebut meliputi pengajuan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), instalasi pengolahan air limbah (IPAL), sertifikasi halal, hingga pelatihan penjamah makanan.
Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota Mojokerto telah memberikan pendampingan untuk mempercepat proses pemenuhan SLHS, IPAL, sertifikasi halal, dan pelatihan bagi SPPG. Namun jumlah SPPG yang telah memenuhi persyaratan masih terbatas.
Nanik memberi tenggat waktu 30 hari kepada SPPG yang belum mengajukan permohonan SLHS. Bila dalam batas waktu tersebut tidak ada pengajuan, SPPG bersangkutan berpotensi dihentikan operasionalnya.
Ketua Pelaksana Harian Tim Koordinasi antar Kementerian/Lembaga dalam pelaksanaan Program MBG menekankan agar tidak ada permusuhan atau dendam di antara pengelola SPPG. "Kalian bisa mencontoh Pak Prabowo. Beliau saja bisa merangkul semua lawan politiknya. Masak di sini cuma tetangga kampung saja sampai musuhan begitu," pungkas Nanik.
Dalam rapat sosialisasi dan evaluasi pelaksanaan program MBG di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Nanik meminta para Kepala SPPG untuk membangun kerja sama dengan mitra atau yayasan pengelola. "Kalau kalian malah berantem, dan tidak bisa bekerja sama, bagaimana program yang sangat luar biasa ini bisa berjalan dengan baik," ujarnya.
Penegasan ini datang setelah adanya laporan SPPG yang menghentikan operasional karena perselisihan antara mitra, Kepala SPPG, ahli gizi, dan akuntan. Kondisi tersebut menyebabkan beberapa petugas memilih mundur sehingga operasional dapur tidak dapat diteruskan.
Nanik menjelaskan bahwa keberlanjutan operasional SPPG membutuhkan kehadiran dan peran aktif semua pihak, terutama dalam pengajuan proposal, proses pencairan anggaran, serta pemenuhan berbagai persyaratan teknis. Persyaratan tersebut meliputi pengajuan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), instalasi pengolahan air limbah (IPAL), sertifikasi halal, hingga pelatihan penjamah makanan.
Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota Mojokerto telah memberikan pendampingan untuk mempercepat proses pemenuhan SLHS, IPAL, sertifikasi halal, dan pelatihan bagi SPPG. Namun jumlah SPPG yang telah memenuhi persyaratan masih terbatas.
Nanik memberi tenggat waktu 30 hari kepada SPPG yang belum mengajukan permohonan SLHS. Bila dalam batas waktu tersebut tidak ada pengajuan, SPPG bersangkutan berpotensi dihentikan operasionalnya.
Ketua Pelaksana Harian Tim Koordinasi antar Kementerian/Lembaga dalam pelaksanaan Program MBG menekankan agar tidak ada permusuhan atau dendam di antara pengelola SPPG. "Kalian bisa mencontoh Pak Prabowo. Beliau saja bisa merangkul semua lawan politiknya. Masak di sini cuma tetangga kampung saja sampai musuhan begitu," pungkas Nanik.