Gaji minimum Singapura segera mencapai Rp77 juta per bulan, bukan mainan lagi. Laporan Vulcan Post memperkirakan median salary di Singapura akan tembus 6.000 dolar Singapura per bulan pada 2026. Dengan kurs Rp12.879,52 per dolar Singapura, angka itu setara sekitar Rp77 juta per bulan. Proyeksi tersebut didasarkan dari laju kenaikan historis gaji bulanan bruto pekerja Singapura yang rata-rata tumbuh 3,9% per tahun dalam satu dekade terakhir.
Gaji median nasional Singapura pada 2025 tercatat mencapai 5.775 dolar Singapura naik dari 5.500 dolar Singapura pada 2024. Kenaikan tersebut setara 5% secara nominal atau 4,3% secara riil, terbantu oleh inflasi yang masih sangat rendah. Namun, bank sentral Singapura memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2026 berada di kisaran 1%-3%.
Perlu diingat bahwa proyeksi ini hanya awalnya dan perlu dibuktikan dalam laporan lengkap Kementerian Tenaga Kerja Singapura (Ministry of Manpower/MOM). Meski begitu, laporan MOM menunjukkan tren kenaikan gaji yang solid. Dengan demikian, gaji minimum di Singapura tahun depan bisa mencapai Rp77 juta per bulan, bukan mainan lagi.
Sementara itu, gaji pekerja di Indonesia masih belum sebanding dengan Singapura. Rata-rata UMP Indonesia 2025 berada di sekitar Rp3,31 juta per bulan, dengan DKI Jakarta menjadi provinsi dengan upah tertinggi yakni Rp5,4 juta. Artinya, gaji pekerja di Singapura bisa 14 hingga 23 kali lebih besar dibandingkan rata-rata pekerja Indonesia.
Namun, kesenjangan besar tersebut perlu dilihat dalam konteks biaya hidup. Singapura dikenal sebagai salah satu negara dengan biaya hidup tertinggi di dunia, khususnya untuk komponen sewa tempat tinggal, transportasi, hingga layanan kesehatan. Di Indonesia, sewa kamar berkisar Rp1,5 juta-Rp4 juta per bulan, atau jauh lebih rendah dari standar Singapura.
Dari sisi konsumsi harian, makan di kedai biasa di Singapura rata-rata 5-7 dolar Singapura per sekali makan (Rp64.000-Rp90.000), sedangkan di Indonesia harga makan sederhana masih berada di kisaran Rp15.000-Rp30.000. Indonesia bisa dibilang memiliki struktur biaya hidup yang jauh lebih rendah, membuat nominal upah dapat "bernapas" lebih lega bila dikaitkan dengan daya beli.
Meski begitu, tetap saja ada fakta menarik, bahkan jika disesuaikan dengan daya beli (purchasing power), pekerja Singapura masih unggul jauh berkat produktivitas yang tinggi, industri bernilai tambah besar, dan struktur ekonomi digital yang matang.
Gaji median nasional Singapura pada 2025 tercatat mencapai 5.775 dolar Singapura naik dari 5.500 dolar Singapura pada 2024. Kenaikan tersebut setara 5% secara nominal atau 4,3% secara riil, terbantu oleh inflasi yang masih sangat rendah. Namun, bank sentral Singapura memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2026 berada di kisaran 1%-3%.
Perlu diingat bahwa proyeksi ini hanya awalnya dan perlu dibuktikan dalam laporan lengkap Kementerian Tenaga Kerja Singapura (Ministry of Manpower/MOM). Meski begitu, laporan MOM menunjukkan tren kenaikan gaji yang solid. Dengan demikian, gaji minimum di Singapura tahun depan bisa mencapai Rp77 juta per bulan, bukan mainan lagi.
Sementara itu, gaji pekerja di Indonesia masih belum sebanding dengan Singapura. Rata-rata UMP Indonesia 2025 berada di sekitar Rp3,31 juta per bulan, dengan DKI Jakarta menjadi provinsi dengan upah tertinggi yakni Rp5,4 juta. Artinya, gaji pekerja di Singapura bisa 14 hingga 23 kali lebih besar dibandingkan rata-rata pekerja Indonesia.
Namun, kesenjangan besar tersebut perlu dilihat dalam konteks biaya hidup. Singapura dikenal sebagai salah satu negara dengan biaya hidup tertinggi di dunia, khususnya untuk komponen sewa tempat tinggal, transportasi, hingga layanan kesehatan. Di Indonesia, sewa kamar berkisar Rp1,5 juta-Rp4 juta per bulan, atau jauh lebih rendah dari standar Singapura.
Dari sisi konsumsi harian, makan di kedai biasa di Singapura rata-rata 5-7 dolar Singapura per sekali makan (Rp64.000-Rp90.000), sedangkan di Indonesia harga makan sederhana masih berada di kisaran Rp15.000-Rp30.000. Indonesia bisa dibilang memiliki struktur biaya hidup yang jauh lebih rendah, membuat nominal upah dapat "bernapas" lebih lega bila dikaitkan dengan daya beli.
Meski begitu, tetap saja ada fakta menarik, bahkan jika disesuaikan dengan daya beli (purchasing power), pekerja Singapura masih unggul jauh berkat produktivitas yang tinggi, industri bernilai tambah besar, dan struktur ekonomi digital yang matang.