Pabrik-pabrik di Indonesia baru saja mengalami lonjakan pesanan barunya yang paling cepat sejak Februari 2025. Menurut data S&P Global, aktivitas manufaktur di Indonesia kembali bersemangat pada bulan November dengan meningkatnya Purchasing Managers' Index (PMI) menjadi 53,3, bukan hanya mencapai zona ekspansi saja, melainkan membentuk level tertinggi sejak Februari 2025. Hal ini juga merupakan empat bulan berturut-turut kondisi aktivitas manufaktur RI mengalami ekspansi.
Menariknya, peningkatan PMI di November dipicu oleh lonjakan permintaan baru yang meningkat dengan laju tercepat dalam 27 bulan. Peningkatan ini sebagian besar berasal dari pasar domestik, di mana jumlah pelanggan dan aktivitas pemesanan terus meningkat. Sebaliknya, permintaan luar negeri masih mengalami tekanan, dengan pesanan ekspor mencatatkan penurunan terdalam dalam 14 bulan terakhir.
Bahkan perusahaan juga terpaksa menaikkan kapasitas produksi untuk memenuhi permintaan dalam negeri yang menguat. Laju ekspansi pada November menjadi yang tercepat sejak Februari dan menandakan perusahaan mulai meningkatkan daya saing di pasar domestik.
Selain itu, peningkatan permintaan juga mendorong perusahaan untuk meningkatkan jumlah tenaga kerja dengan laju rekrutmen sedikit melambat dibanding Oktober. Namun, tekanan kapasitas dan rantai pasok masih terasa karena waktu pengiriman bahan baku kembali mengalami keterlambatan selama dua bulan berturut-turut.
Tentu saja, perusahaan juga harus memperhatikan tekanan biaya yang semakin intensif akibat meningkatnya harga bahan baku dan dampak fluktuasi nilai tukar terhadap barang impor. Maka dari itu, beberapa produsen menaikkan harga jual pabrik (output charges) pada laju tercepat sejak April 2024.
Meski demikian, ke depan industri pengolahan masih menyimpan optimisme terhadap prospek 12 bulan mendatang. Dengan permintaan domestik yang solid, peningkatan produksi, dan perbaikan aktivitas operasional, PMI Manufaktur Indonesia pada November menegaskan bahwa sektor industri tengah memasuki fase ekspansi yang lebih stabil.
Menariknya, peningkatan PMI di November dipicu oleh lonjakan permintaan baru yang meningkat dengan laju tercepat dalam 27 bulan. Peningkatan ini sebagian besar berasal dari pasar domestik, di mana jumlah pelanggan dan aktivitas pemesanan terus meningkat. Sebaliknya, permintaan luar negeri masih mengalami tekanan, dengan pesanan ekspor mencatatkan penurunan terdalam dalam 14 bulan terakhir.
Bahkan perusahaan juga terpaksa menaikkan kapasitas produksi untuk memenuhi permintaan dalam negeri yang menguat. Laju ekspansi pada November menjadi yang tercepat sejak Februari dan menandakan perusahaan mulai meningkatkan daya saing di pasar domestik.
Selain itu, peningkatan permintaan juga mendorong perusahaan untuk meningkatkan jumlah tenaga kerja dengan laju rekrutmen sedikit melambat dibanding Oktober. Namun, tekanan kapasitas dan rantai pasok masih terasa karena waktu pengiriman bahan baku kembali mengalami keterlambatan selama dua bulan berturut-turut.
Tentu saja, perusahaan juga harus memperhatikan tekanan biaya yang semakin intensif akibat meningkatnya harga bahan baku dan dampak fluktuasi nilai tukar terhadap barang impor. Maka dari itu, beberapa produsen menaikkan harga jual pabrik (output charges) pada laju tercepat sejak April 2024.
Meski demikian, ke depan industri pengolahan masih menyimpan optimisme terhadap prospek 12 bulan mendatang. Dengan permintaan domestik yang solid, peningkatan produksi, dan perbaikan aktivitas operasional, PMI Manufaktur Indonesia pada November menegaskan bahwa sektor industri tengah memasuki fase ekspansi yang lebih stabil.