Sekitar 50 anak muda dari berbagai komunitas berkumpul di Sekolah Partai Lenteng Agung, Jakarta, untuk membahas isu-isu yang mengharuskan perubahan sistem. Mereka menyuarakan gagasan lintas isu mulai dari masalah pendataan disabilitas hingga krisis sampah elektronik (e-waste). Salah satu pembicara, Marthella Rivera Roidatua Sirait, menyoroti masalah mendasar bagi penyandang disabilitas di Indonesia. Menurutnya, masih banyak penyandang disabilitas yang tidak terdata di Indonesia dan memiliki aksesibilitas publik yang jauh dari ideal.
"Belum semua penyandang disabilitas terdata di Indonesia," kata Marthella. "Sudahkah mereka memiliki akses ke pendidikan yang sama seperti orang lain? Belum." Ia mencontohkan kondisi aksesibilitas publik yang masih rusak parah, seperti jalur pemandu kuning di MRT Cipete.
Selain itu, Jane Rosalina Rumpia dari KontraS mengingatkan bahwa lebih dari dua dekade setelah reformasi, bayang-bayang pelanggaran HAM berat belum hilang. Menurutnya, reformasi sektor keamanan yang tidak tuntas dan impunitas pelaku pelanggaran masih menjadi masalah serius.
Demikian pula, Rizky Liberty dari Indonesia Institute for Education Reform menyoroti perlunya transformasi sistem pendidikan agar berpihak pada siswa. "Pendidikan seharusnya jadi alat pembebasan, bukan seleksi sosial," kata Rizky.
Mereka menyerukan pentingnya kurikulum yang adaptif terhadap perubahan zaman dan pembelajaran berbasis karakter serta kreativitas.
Sementara itu, Rafa Jafar dari Komunitas EwasteRJ menyoroti ancaman limbah elektronik yang kian menggunung akibat budaya konsumtif. "E-waste mengandung logam berharga seperti emas, perak, paladium, bahkan nikel. Dari pada terus menggali sumber daya alam, kita bisa memanfaatkannya dari perangkat elektronik yang tak terpakai," jelasnya.
Forum Suara Muda ini menegaskan bahwa generasi muda bukan sekadar penonton politik, melainkan mitra kritis dalam merancang masa depan bangsa.
"Belum semua penyandang disabilitas terdata di Indonesia," kata Marthella. "Sudahkah mereka memiliki akses ke pendidikan yang sama seperti orang lain? Belum." Ia mencontohkan kondisi aksesibilitas publik yang masih rusak parah, seperti jalur pemandu kuning di MRT Cipete.
Selain itu, Jane Rosalina Rumpia dari KontraS mengingatkan bahwa lebih dari dua dekade setelah reformasi, bayang-bayang pelanggaran HAM berat belum hilang. Menurutnya, reformasi sektor keamanan yang tidak tuntas dan impunitas pelaku pelanggaran masih menjadi masalah serius.
Demikian pula, Rizky Liberty dari Indonesia Institute for Education Reform menyoroti perlunya transformasi sistem pendidikan agar berpihak pada siswa. "Pendidikan seharusnya jadi alat pembebasan, bukan seleksi sosial," kata Rizky.
Mereka menyerukan pentingnya kurikulum yang adaptif terhadap perubahan zaman dan pembelajaran berbasis karakter serta kreativitas.
Sementara itu, Rafa Jafar dari Komunitas EwasteRJ menyoroti ancaman limbah elektronik yang kian menggunung akibat budaya konsumtif. "E-waste mengandung logam berharga seperti emas, perak, paladium, bahkan nikel. Dari pada terus menggali sumber daya alam, kita bisa memanfaatkannya dari perangkat elektronik yang tak terpakai," jelasnya.
Forum Suara Muda ini menegaskan bahwa generasi muda bukan sekadar penonton politik, melainkan mitra kritis dalam merancang masa depan bangsa.