Baek Se-hee menghadapi perjuangan hidup yang penuh kesedihan dan kerinduan, namun dia juga menemukan kebebasan melalui tulisannya. Dia meninggal pada usia 35 tahun pada Oktober 2025 di rumah sakit di Korea Selatan. Baek Se-hee dikenal sebagai penulis buku yang membahas tentang kesehatan mental dan pengalamannya sendiri dengan distimia.
Baek Se-hee lahir dari pasangan yang memiliki latar belakang trauma, yaitu ayahnya abusif dan ibunya juga mengalami trauma. Dia tumbuh menjadi anak sensitif dan tertutup, namun penuh rasa ingin tahu. Dia hidup bersama anjing yang diselamatkan olehnya dan menunjukkan sisi lembut dan peduli terhadap makhluk hingga kecil.
Dia menghadapi kesulitan dalam hidup profesional, meskipun tampak berhasil di luar, dia merasakan kekosongan persisten. Baek Se-hee didiagnosis memiliki distimia pada usia yang relatif muda dan merasa rendah diri, cemas tanpa henti, sangat kritis atas dirinya sendiri, dan memiliki sifat menghakimi orang lain.
Dia mulai menulis tentang perjuangan mentalnya untuk memberikan kekuatan kepada dirinya sendiri dan membantu orang lain. Dia menyebutkan bahwa menulis adalah cara baginya untuk berbicara dengan diri sendiri dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental.
Baek Se-hee mengembangkan buku yang berjudul "Aku Ingin Mati Tapi Aku Ingin Makan Tteokbokki" (I Want to Die but I Want to Eat Tteokbokki) pada 2018, buku ini menjadi bestseller dan mendapat perhatian luas di Korea Selatan. Buku ini menggabungkan transkrip dialog dengan psikiaternya selama 12 minggu dan esai pribadi.
Buku ini diterjemahkan ke dalam lebih dari 25 bahasa dan terjual lebih dari satu juta kopi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Baek Se-hee juga menerbitkan buku sekuel berjudul "Aku Ingin Menulis Tapi Aku Ingin Menghilang" pada 2019 dan berkolaborasi dengan penulis lain untuk menghasilkan beberapa buku lagi.
Buku-buku Baek Se-hee menawarkan perspektif yang berbeda tentang kesehatan mental dan pengalaman hidup. Dia tidak menyembunyikan fakta bahwa terapi adalah proses yang lambat, berantakan, dan tidak linear, namun dia memberikan validasi atas realitas kontradiktif ini.
Baek Se-hee juga menunjukkan jiwa sosialnya melalui donasi organ saat masih hidup, yaitu jantung, paru-paru, hati, dan kedua ginjalnya diberikan kepada lima orang yang identitasnya tidak disebutkan secara publik.
Baek Se-hee lahir dari pasangan yang memiliki latar belakang trauma, yaitu ayahnya abusif dan ibunya juga mengalami trauma. Dia tumbuh menjadi anak sensitif dan tertutup, namun penuh rasa ingin tahu. Dia hidup bersama anjing yang diselamatkan olehnya dan menunjukkan sisi lembut dan peduli terhadap makhluk hingga kecil.
Dia menghadapi kesulitan dalam hidup profesional, meskipun tampak berhasil di luar, dia merasakan kekosongan persisten. Baek Se-hee didiagnosis memiliki distimia pada usia yang relatif muda dan merasa rendah diri, cemas tanpa henti, sangat kritis atas dirinya sendiri, dan memiliki sifat menghakimi orang lain.
Dia mulai menulis tentang perjuangan mentalnya untuk memberikan kekuatan kepada dirinya sendiri dan membantu orang lain. Dia menyebutkan bahwa menulis adalah cara baginya untuk berbicara dengan diri sendiri dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental.
Baek Se-hee mengembangkan buku yang berjudul "Aku Ingin Mati Tapi Aku Ingin Makan Tteokbokki" (I Want to Die but I Want to Eat Tteokbokki) pada 2018, buku ini menjadi bestseller dan mendapat perhatian luas di Korea Selatan. Buku ini menggabungkan transkrip dialog dengan psikiaternya selama 12 minggu dan esai pribadi.
Buku ini diterjemahkan ke dalam lebih dari 25 bahasa dan terjual lebih dari satu juta kopi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Baek Se-hee juga menerbitkan buku sekuel berjudul "Aku Ingin Menulis Tapi Aku Ingin Menghilang" pada 2019 dan berkolaborasi dengan penulis lain untuk menghasilkan beberapa buku lagi.
Buku-buku Baek Se-hee menawarkan perspektif yang berbeda tentang kesehatan mental dan pengalaman hidup. Dia tidak menyembunyikan fakta bahwa terapi adalah proses yang lambat, berantakan, dan tidak linear, namun dia memberikan validasi atas realitas kontradiktif ini.
Baek Se-hee juga menunjukkan jiwa sosialnya melalui donasi organ saat masih hidup, yaitu jantung, paru-paru, hati, dan kedua ginjalnya diberikan kepada lima orang yang identitasnya tidak disebutkan secara publik.