Tragedi yang Mengguncang Jiwa Masyarakat: Proses Hukum Terus Berjalan untuk Ponpes Al Khoziny
Tragedi runtuhnya Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo telah menyisakan banyak rasa kekecewaan dan ketidakpuasan masyarakat. Salah satunya adalah keluarga santri yang masih berusia 16 tahun, Mochamad Muhfi Alfian, yang duduk di bangku kelas 1 SMA dan menimba ilmu agama di Ponpes Al Khoziny.
Keluarga Hamida Soetadji, ibu tirinya yang melaporkan tragedi ini, mengaku bahwa cucunya masih belum ditemukan oleh tim SAR gabungan atau belum teridentifikasi oleh tim DVI. Ia juga mengecewa dengan kekurangan transparansi dari pengurus ponpes, yang hanya memperhatikan penampilan sementara tidak melakukan pendataan data santri.
"Korban yang masih berusia 16 tahun itu dan duduk di bangku kelas 1 SMA sedang menimba ilmu agama di Ponpes Al Khoziny. Anak sulung pasangan Jayanti Mandasari dan Andre Wilis ini hingga hari kesembilan tragedi ini diduga masih belum ditemukan oleh tim SAR gabungan atau belum teridentifikasi oleh tim DVI," ujarnya kepada Liputan6.com.
Pada saat yang sama, desakan pengusutan tragedi runtuhnya Ponpes Al Khoziny juga sudah bermunculan. Wanita yang akrab disapa Mimied mengaku bahwa data santri korban masih belum terperbarui di database pengurus ponpes, meskipun telah diperbarui di sistem data pribadi keluarganya.
"Kami sudah update data perpindahan alamat tempat tinggal dan sudah kita laporkan enam bulan yang lalu, tapi pengurus ponpes tidak pernah meng-update data tersebut," ujarnya.
Hal ini menimbulkan ketidakpuasan di kalangan keluarga santri yang merasa bahwa ada kekurangan transparansi dari pengurus ponpes. Mereka juga meminta agar pihak berwenang terus melakukan proses hukum untuk menemukan korban dan memberikan keadilan kepada keluarganya.
"Ada anggota Polsek yang datang ke alamat rumah lama yang berada di Jalan Mojo Surabaya, untuk mengkonfirmasi data yang belum ter-update itu," ucap Mimied.
Kemungkinan bahwa pihak berwenang akan menemukan korban dan memberikan keadilan kepada keluarganya masih ada. Namun, apa yang penting adalah agar proses hukum ini dilakukan secara transparan dan adil.
Tragedi runtuhnya Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo telah menyisakan banyak rasa kekecewaan dan ketidakpuasan masyarakat. Salah satunya adalah keluarga santri yang masih berusia 16 tahun, Mochamad Muhfi Alfian, yang duduk di bangku kelas 1 SMA dan menimba ilmu agama di Ponpes Al Khoziny.
Keluarga Hamida Soetadji, ibu tirinya yang melaporkan tragedi ini, mengaku bahwa cucunya masih belum ditemukan oleh tim SAR gabungan atau belum teridentifikasi oleh tim DVI. Ia juga mengecewa dengan kekurangan transparansi dari pengurus ponpes, yang hanya memperhatikan penampilan sementara tidak melakukan pendataan data santri.
"Korban yang masih berusia 16 tahun itu dan duduk di bangku kelas 1 SMA sedang menimba ilmu agama di Ponpes Al Khoziny. Anak sulung pasangan Jayanti Mandasari dan Andre Wilis ini hingga hari kesembilan tragedi ini diduga masih belum ditemukan oleh tim SAR gabungan atau belum teridentifikasi oleh tim DVI," ujarnya kepada Liputan6.com.
Pada saat yang sama, desakan pengusutan tragedi runtuhnya Ponpes Al Khoziny juga sudah bermunculan. Wanita yang akrab disapa Mimied mengaku bahwa data santri korban masih belum terperbarui di database pengurus ponpes, meskipun telah diperbarui di sistem data pribadi keluarganya.
"Kami sudah update data perpindahan alamat tempat tinggal dan sudah kita laporkan enam bulan yang lalu, tapi pengurus ponpes tidak pernah meng-update data tersebut," ujarnya.
Hal ini menimbulkan ketidakpuasan di kalangan keluarga santri yang merasa bahwa ada kekurangan transparansi dari pengurus ponpes. Mereka juga meminta agar pihak berwenang terus melakukan proses hukum untuk menemukan korban dan memberikan keadilan kepada keluarganya.
"Ada anggota Polsek yang datang ke alamat rumah lama yang berada di Jalan Mojo Surabaya, untuk mengkonfirmasi data yang belum ter-update itu," ucap Mimied.
Kemungkinan bahwa pihak berwenang akan menemukan korban dan memberikan keadilan kepada keluarganya masih ada. Namun, apa yang penting adalah agar proses hukum ini dilakukan secara transparan dan adil.