Pembabatan Hutan Kalimantan Menjadi Ancam Utama untuk Kehidupan Orang Utan
Kondisi deforestasi di Kalimantan yang semakin mematthew mengancam utamanya kehidupan orang utan. Menurut laporan investigasi dari Auriga Nusantara dan Earthsight, industri kayu adalah penyebab utama deforestasi hutan alam di wilayah tersebut. Pada tahun 2024, deforestasi di Pulau Kalimantan mencapai 129.000 hektare, setara dengan kota Roma atau Los Angeles.
Pembabatan hutan diKalimantan telah menyebabkan kehilangan habitat orang utan yang semakin besar. Orang utan Kalimantan tersisa hanya memiliki sedikit puluh individu yang hidup di beberapa lokasi tertutup dan terisolir dari alam liar. Kondisi ini membuat mereka sangat rentan terhadap penipuan dan eksploitasi.
Auriga Nusantara dan Earthsight telah melakukan investigasi lapangan untuk mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang membeli ribuan meter kubik kayu deforestasi dari Indonesia. Mereka menemukan bahwa lima perusahaan teratas pengguna kayu deforestasi pada 2024 seluruhnya menjual produk kayu ke Eropa.
Menurut laporan tersebut, deforestasi di Kalimantan telah menyebabkan hutan alam yang seharusnya menjadi benteng terakhir menghadapi krisis iklim. Kondisi ini membuat orang utan terusir dari habitat mereka dan masyarakat adat dan lokal kehilangan ruang hidupnya.
"Auriga Nusantara sudah mengirimkan tim penelisik lapangan ke empat konsesi pembabat hutan alam," kata Timer Manurung, Ketua Auriga Nusantara. "Tim tersebut menyaksikan ribuah hektare hutan alam di Kalimantan Tengah yang dibabat dalam beberapa tahun terakhir."
Penduduk setempat turut menyampaikan sumber pangan dan pendapatan yang hilang akibat pembabatan hutan tersebut. Hal itu memicu konfrontasi warga dengan perusahaan dan polisi.
"Kasus-kasus ini menunjukkan kenapa EUDR mesti diberlakukan segera tanpa penundaan untuk memastikan perusahaan membersihkan rantai pasoknya dan berhenti bersembunyi di balik label 'hijau' yang menyesatkan," kata Aron White, Ketua Tim Earthsight untuk Asia Tenggara.
Aron berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan Eropa sebaiknya memutus hubungan dengan pemasok mana pun yang terhubung dengan deforestasi dan beralih ke berbagai alternatif yang tersedia.
"Hutan alam di Kalimantan tidak hanya tragedi bagi Indonesia, melainkan juga dunia internasional," kata Hilman Afif, Juru Kampanye Auriga Nusantara. "Berdasarkan investigasi tersebut, deforestasi telah mencapai lahan gambut-ekosistem penyimpanan karbon raksasa yang seharusnya menjadi benteng terakhir menghadapi krisis iklim."
Hilman berpendapat bahwa setiap hektare hutan yang hilang mendekatkan kita pada kehancuran masa depan dan menjauhkan generasi mendatang dari bumi dan hunian yang aman. Saatnya Indonesia menunjukkan kepemimpinannya dengan memastikan setiap komoditas, termasuk kayu, benar-benar bebas deforestasi.
Kondisi deforestasi di Kalimantan yang semakin mematthew mengancam utamanya kehidupan orang utan. Menurut laporan investigasi dari Auriga Nusantara dan Earthsight, industri kayu adalah penyebab utama deforestasi hutan alam di wilayah tersebut. Pada tahun 2024, deforestasi di Pulau Kalimantan mencapai 129.000 hektare, setara dengan kota Roma atau Los Angeles.
Pembabatan hutan diKalimantan telah menyebabkan kehilangan habitat orang utan yang semakin besar. Orang utan Kalimantan tersisa hanya memiliki sedikit puluh individu yang hidup di beberapa lokasi tertutup dan terisolir dari alam liar. Kondisi ini membuat mereka sangat rentan terhadap penipuan dan eksploitasi.
Auriga Nusantara dan Earthsight telah melakukan investigasi lapangan untuk mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang membeli ribuan meter kubik kayu deforestasi dari Indonesia. Mereka menemukan bahwa lima perusahaan teratas pengguna kayu deforestasi pada 2024 seluruhnya menjual produk kayu ke Eropa.
Menurut laporan tersebut, deforestasi di Kalimantan telah menyebabkan hutan alam yang seharusnya menjadi benteng terakhir menghadapi krisis iklim. Kondisi ini membuat orang utan terusir dari habitat mereka dan masyarakat adat dan lokal kehilangan ruang hidupnya.
"Auriga Nusantara sudah mengirimkan tim penelisik lapangan ke empat konsesi pembabat hutan alam," kata Timer Manurung, Ketua Auriga Nusantara. "Tim tersebut menyaksikan ribuah hektare hutan alam di Kalimantan Tengah yang dibabat dalam beberapa tahun terakhir."
Penduduk setempat turut menyampaikan sumber pangan dan pendapatan yang hilang akibat pembabatan hutan tersebut. Hal itu memicu konfrontasi warga dengan perusahaan dan polisi.
"Kasus-kasus ini menunjukkan kenapa EUDR mesti diberlakukan segera tanpa penundaan untuk memastikan perusahaan membersihkan rantai pasoknya dan berhenti bersembunyi di balik label 'hijau' yang menyesatkan," kata Aron White, Ketua Tim Earthsight untuk Asia Tenggara.
Aron berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan Eropa sebaiknya memutus hubungan dengan pemasok mana pun yang terhubung dengan deforestasi dan beralih ke berbagai alternatif yang tersedia.
"Hutan alam di Kalimantan tidak hanya tragedi bagi Indonesia, melainkan juga dunia internasional," kata Hilman Afif, Juru Kampanye Auriga Nusantara. "Berdasarkan investigasi tersebut, deforestasi telah mencapai lahan gambut-ekosistem penyimpanan karbon raksasa yang seharusnya menjadi benteng terakhir menghadapi krisis iklim."
Hilman berpendapat bahwa setiap hektare hutan yang hilang mendekatkan kita pada kehancuran masa depan dan menjauhkan generasi mendatang dari bumi dan hunian yang aman. Saatnya Indonesia menunjukkan kepemimpinannya dengan memastikan setiap komoditas, termasuk kayu, benar-benar bebas deforestasi.