Kebijakan Pemerintah Menimbulkan Kegelisahan Masyarakat di Sidoarjo
Pemerintah telah menetapkan rencana penggunaan APBN untuk memperbaiki Ponpes Al Khoziny Sidoarjo, sebuah lembaga pendidikan keagamaan yang diterjamah tragedi kematian santri pada 2025 lalu. Namun, para ahli hukum dan masyarakat sipil menuntut pemerintah untuk mengkaji ulang rencana tersebut dengan serius.
Menurut Atalia Praratya, anggota Komisi VIII DPR, usulan penggunaan APBN harus dikaji ulang untuk memastikan proses hukum berjalan dan kebijakan ke depan lebih adil, transparan, dan tidak menimbulkan kecemburuan sosial. Ia menekankan bahwa kebijakan tersebut bisa memunculkan kegelisahan masyarakat.
"Saya memahami kegelisahan masyarakat. Jangan sampai muncul kesan bahwa lembaga yang lalai justru dibantu, sementara banyak sekolah, rumah ibadah, atau masyarakat lain yang mengalami musibah tidak mendapatkan perlakuan yang sama," kata Atalia.
Dalam hal ini, penyelesaian hukum atas tragedi yang menewaskan ratusan santri di Ponpes Al Khoziny adalah prioritas utama. Atalia menegaskan bahwa proses hukum harus ditegakkan dengan serius dan ada pihak yang bertanggung jawab jika terdapat unsur kelalaian.
"Proses hukum harus ditegakkan dengan serius. Kalau memang ada unsur kelalaian, harus ada pihak yang bertanggung jawab. Keadilan bagi korban lebih utama," kata dia.
Atalia juga menekankan bahwa negara memiliki kewajiban melindungi santri dan keberlangsungan pendidikan keagamaan, bukan hanya di Al Khoziny saja, tetapi juga ribuan pesantren atau lembaga pendidikan agama lain yang bangunannya sudah tua dan berisiko.
Pemerintah telah menetapkan rencana penggunaan APBN untuk memperbaiki Ponpes Al Khoziny Sidoarjo, sebuah lembaga pendidikan keagamaan yang diterjamah tragedi kematian santri pada 2025 lalu. Namun, para ahli hukum dan masyarakat sipil menuntut pemerintah untuk mengkaji ulang rencana tersebut dengan serius.
Menurut Atalia Praratya, anggota Komisi VIII DPR, usulan penggunaan APBN harus dikaji ulang untuk memastikan proses hukum berjalan dan kebijakan ke depan lebih adil, transparan, dan tidak menimbulkan kecemburuan sosial. Ia menekankan bahwa kebijakan tersebut bisa memunculkan kegelisahan masyarakat.
"Saya memahami kegelisahan masyarakat. Jangan sampai muncul kesan bahwa lembaga yang lalai justru dibantu, sementara banyak sekolah, rumah ibadah, atau masyarakat lain yang mengalami musibah tidak mendapatkan perlakuan yang sama," kata Atalia.
Dalam hal ini, penyelesaian hukum atas tragedi yang menewaskan ratusan santri di Ponpes Al Khoziny adalah prioritas utama. Atalia menegaskan bahwa proses hukum harus ditegakkan dengan serius dan ada pihak yang bertanggung jawab jika terdapat unsur kelalaian.
"Proses hukum harus ditegakkan dengan serius. Kalau memang ada unsur kelalaian, harus ada pihak yang bertanggung jawab. Keadilan bagi korban lebih utama," kata dia.
Atalia juga menekankan bahwa negara memiliki kewajiban melindungi santri dan keberlangsungan pendidikan keagamaan, bukan hanya di Al Khoziny saja, tetapi juga ribuan pesantren atau lembaga pendidikan agama lain yang bangunannya sudah tua dan berisiko.