Bulan Oktober ini ASEAN resmi menandatangani perjanjian "Second Protocol to Amend the ASEAN Trade in Goods Agreement" yang disingkat ATIGA Upgrade. Perjanjian ini akan membantu ASEAN meningkatkan kemampuan dalam menghadapi tantangan ekonomi global.
Penyerahan naskah perjanjian ini dilakukan Menteri Investasi, Perdagangan, dan Industri Malaysia Tengku Zafrul Abdul Aziz sebagai Ketua Dewan ASEAN Free Trade Area (AFTA) kepada Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn di sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-47 ASEAN di Kuala Lumpur, Malaysia.
Menteri Perdagangan RI Budi Santoso mengatakan bahwa ATIGA Upgrade akan membantu ASEAN dalam membangun sistem perdagangan yang modern, inklusif, dan berkelanjutan. Ia menuturkan bahwa perjanjian ini akan membawa sejumlah perubahan penting untuk menjawab tantangan perdagangan kawasan di era global saat ini.
Perjanjian ini di antaranya mendorong praktik perdagangan yang lebih berwawasan lingkungan, memperkuat peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), meningkatkan konektivitas rantai pasok, serta menyediakan mekanisme alternatif dalam penyelesaian sengketa dagang.
Budi Santoso juga mengatakan bahwa ini bukan sekadar pembaruan aturan, melainkan langkah untuk memperkuat pasar dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan serta pengembangan rantai pasok yang tangguh dan berdaya saing.
Indonesia sudah menandatangani naskah perjanjian ini bersama lima negara lainnya, yaitu Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Kamboja dan Laos menandatangani secara ad referendum, sementara Myanmar dan Vietnam akan menyusul pada November 2025. Perjanjian ini akan mulai berlaku 18 bulan setelah semua negara anggota menandatangani.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono menegaskan bahwa Indonesia berhasil mempertahankan aturan khusus untuk beras dan gula dalam aturan baru tersebut. Ia juga menyebut perjanjian ini membuka peluang lebih besar bagi UMKM Indonesia untuk ikut dalam jaringan perdagangan ASEAN dan mendorong transisi menuju perdagangan yang lebih hijau dan berdaya saing.
Penyerahan naskah perjanjian ini dilakukan Menteri Investasi, Perdagangan, dan Industri Malaysia Tengku Zafrul Abdul Aziz sebagai Ketua Dewan ASEAN Free Trade Area (AFTA) kepada Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn di sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-47 ASEAN di Kuala Lumpur, Malaysia.
Menteri Perdagangan RI Budi Santoso mengatakan bahwa ATIGA Upgrade akan membantu ASEAN dalam membangun sistem perdagangan yang modern, inklusif, dan berkelanjutan. Ia menuturkan bahwa perjanjian ini akan membawa sejumlah perubahan penting untuk menjawab tantangan perdagangan kawasan di era global saat ini.
Perjanjian ini di antaranya mendorong praktik perdagangan yang lebih berwawasan lingkungan, memperkuat peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), meningkatkan konektivitas rantai pasok, serta menyediakan mekanisme alternatif dalam penyelesaian sengketa dagang.
Budi Santoso juga mengatakan bahwa ini bukan sekadar pembaruan aturan, melainkan langkah untuk memperkuat pasar dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan serta pengembangan rantai pasok yang tangguh dan berdaya saing.
Indonesia sudah menandatangani naskah perjanjian ini bersama lima negara lainnya, yaitu Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Kamboja dan Laos menandatangani secara ad referendum, sementara Myanmar dan Vietnam akan menyusul pada November 2025. Perjanjian ini akan mulai berlaku 18 bulan setelah semua negara anggota menandatangani.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono menegaskan bahwa Indonesia berhasil mempertahankan aturan khusus untuk beras dan gula dalam aturan baru tersebut. Ia juga menyebut perjanjian ini membuka peluang lebih besar bagi UMKM Indonesia untuk ikut dalam jaringan perdagangan ASEAN dan mendorong transisi menuju perdagangan yang lebih hijau dan berdaya saing.