Trans7 Terancam Berurusan Hukum Setelah Tayangan Kontroversial, Apakah Stasiun akan Menerima Pertanggungjawab?
Tayangan program "Xpose Uncensored" Trans7 pada 13 Oktober lalu telah menimbulkan polemik di kalangan kelompok santri dan pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo. Program tersebut kemudian ditayangkan secara luas, namun narasi yang digunakan dalam tayangan tersebut dinilai banyak pihak telah menghina pondok pesantren sebagai institusi pendidikan.
Ketua Umum Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf kemudian menegaskan bahwa stasiun televisi tersebut harus bertanggung jawab atas tayangan tersebut. "Saya telah menginstruksikan kepada Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum PBNU untuk mengambil langkah hukum yang diperlukan terkait hal ini," kata Yahya dalam keterangan video.
Massa dari kelompok santri kemudian mendesak Trans7 menayangkan permintaan maaf melalui siaran televisi. Mereka juga meminta stasiun tersebut menjelaskan profil rumah produksi yang membuat tayangan yang bermasalah tersebut dan mendesak Dewan Pers untuk menerbitkan sanksi kepada Trans7.
Terkait jalur hukum, Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum PBNU telah melaporkan tindakan Trans7 ke Direktorat Siber Kepolisian Negara (Bareskrim Polri). LPBH PBNU juga menilai tayangan program tersebut melanggar Pasal 28 ayat 2 UU ITE tentang informasi yang menimbulkan kebencian berbasis SARA dan Pasal 156 KUHP tentang penistaan agama.
Sementara itu, Trans7 telah melakukan permintaan maaf secara publik atas konten yang tayang di program acara "Xpose Uncensored" tersebut. Direktur Produksi Trans7, Andi Chairil, menyampaikan permohonan maaf dan mengakui kelalaian dalam isi pemberitaan yang tidak melakukan sensor yang mendalam secara teliti.
Apakah Trans7 akan menerima pertanggungjawab atas tayangan kontroversial tersebut? Akan tetapi, hingga artikel ini ditulis, Bareskrim Polri belum memberikan keterangan publik terkait laporan yang dilayangkan LPBH PBNU.
Tayangan program "Xpose Uncensored" Trans7 pada 13 Oktober lalu telah menimbulkan polemik di kalangan kelompok santri dan pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo. Program tersebut kemudian ditayangkan secara luas, namun narasi yang digunakan dalam tayangan tersebut dinilai banyak pihak telah menghina pondok pesantren sebagai institusi pendidikan.
Ketua Umum Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf kemudian menegaskan bahwa stasiun televisi tersebut harus bertanggung jawab atas tayangan tersebut. "Saya telah menginstruksikan kepada Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum PBNU untuk mengambil langkah hukum yang diperlukan terkait hal ini," kata Yahya dalam keterangan video.
Massa dari kelompok santri kemudian mendesak Trans7 menayangkan permintaan maaf melalui siaran televisi. Mereka juga meminta stasiun tersebut menjelaskan profil rumah produksi yang membuat tayangan yang bermasalah tersebut dan mendesak Dewan Pers untuk menerbitkan sanksi kepada Trans7.
Terkait jalur hukum, Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum PBNU telah melaporkan tindakan Trans7 ke Direktorat Siber Kepolisian Negara (Bareskrim Polri). LPBH PBNU juga menilai tayangan program tersebut melanggar Pasal 28 ayat 2 UU ITE tentang informasi yang menimbulkan kebencian berbasis SARA dan Pasal 156 KUHP tentang penistaan agama.
Sementara itu, Trans7 telah melakukan permintaan maaf secara publik atas konten yang tayang di program acara "Xpose Uncensored" tersebut. Direktur Produksi Trans7, Andi Chairil, menyampaikan permohonan maaf dan mengakui kelalaian dalam isi pemberitaan yang tidak melakukan sensor yang mendalam secara teliti.
Apakah Trans7 akan menerima pertanggungjawab atas tayangan kontroversial tersebut? Akan tetapi, hingga artikel ini ditulis, Bareskrim Polri belum memberikan keterangan publik terkait laporan yang dilayangkan LPBH PBNU.