Gencatan Senjata di Gaza: Apakah Kekuatan Bersama bisa Berlanjut?
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini menyerukan agar gencatan senjata di Gaza bisa bertahan lama. Kalau begitu, itu berarti kekuatan bersama antara Indonesia dan Amerika Serikat dalam mengatasi konflik di Palestina bisa terus dipertahankan.
Gencatan senjata yang mulai berlaku sejak 2014 ini telah menyebabkan banyak korban sipil di Gaza. Menurut data dari Organisasi Kemanusiaan Internasional, hingga tahun 2022, lebih dari 10.000 orang telah terbunuh dan lebih dari 40.000 lainnya yang terluka parah di guncangan pertempuran ini.
Meskipun gencatan senjata bertahan lama, konflik di Gaza masih tetap masalah besar di Timur Tengah. Kedua belah pihak tetap tidak mau menyerah, sehingga perlu ada peningkatan usaha dalam mencari solusi yang memadai.
Dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan Indonesia's kekhawatiran terhadap perkembangan konflik di Gaza. "Kita sangat khawatir akan dampaknya bagi masyarakat sipil di Gaza," katanya.
Menurut analis politik, gencatan senjata yang bertahan lama berarti bahwa kedua belah pihak harus lebih mau mendengarkan dan mencari solusi yang dapat memuaskan kepentingan mereka. "Kalau kita bisa menemukan cara untuk berbicara dan bekerja sama dengan lebih baik, maka mungkin konflik di Gaza bisa diatasi," kata ahli politik yang tidak ingin dikonfirmasi.
Namun, sebenarnya gencatan senjata yang bertahan lama itu masih sangat bergantung pada kekuatan bersama antara negara-negara besar dan organisasi internasional. Kalau tidak ada peningkatan usaha dalam mencari solusi yang memadai, maka gencatan senjata ini bisa saja menjadi singgah tanpa hasil.
Dalam konteks ini, Presiden Prabowo Subianto harus berusaha untuk meningkatkan koordinasi dengan negara-negara lain dan organisasi internasional dalam mencari solusi yang dapat memuaskan kepentingan semua pihak.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini menyerukan agar gencatan senjata di Gaza bisa bertahan lama. Kalau begitu, itu berarti kekuatan bersama antara Indonesia dan Amerika Serikat dalam mengatasi konflik di Palestina bisa terus dipertahankan.
Gencatan senjata yang mulai berlaku sejak 2014 ini telah menyebabkan banyak korban sipil di Gaza. Menurut data dari Organisasi Kemanusiaan Internasional, hingga tahun 2022, lebih dari 10.000 orang telah terbunuh dan lebih dari 40.000 lainnya yang terluka parah di guncangan pertempuran ini.
Meskipun gencatan senjata bertahan lama, konflik di Gaza masih tetap masalah besar di Timur Tengah. Kedua belah pihak tetap tidak mau menyerah, sehingga perlu ada peningkatan usaha dalam mencari solusi yang memadai.
Dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan Indonesia's kekhawatiran terhadap perkembangan konflik di Gaza. "Kita sangat khawatir akan dampaknya bagi masyarakat sipil di Gaza," katanya.
Menurut analis politik, gencatan senjata yang bertahan lama berarti bahwa kedua belah pihak harus lebih mau mendengarkan dan mencari solusi yang dapat memuaskan kepentingan mereka. "Kalau kita bisa menemukan cara untuk berbicara dan bekerja sama dengan lebih baik, maka mungkin konflik di Gaza bisa diatasi," kata ahli politik yang tidak ingin dikonfirmasi.
Namun, sebenarnya gencatan senjata yang bertahan lama itu masih sangat bergantung pada kekuatan bersama antara negara-negara besar dan organisasi internasional. Kalau tidak ada peningkatan usaha dalam mencari solusi yang memadai, maka gencatan senjata ini bisa saja menjadi singgah tanpa hasil.
Dalam konteks ini, Presiden Prabowo Subianto harus berusaha untuk meningkatkan koordinasi dengan negara-negara lain dan organisasi internasional dalam mencari solusi yang dapat memuaskan kepentingan semua pihak.