Trans7, saluran televisi yang dimiliki oleh Media Nusantara Citra (MNC) Group, menguduh beberapa pesantren di Indonesia menyebarkan konten yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan masyarakat. Acara Xpose Trans7, yang disiarkan pada bulan Juni lalu, menargetkan beberapa sekolah pesantren di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta.
Dalam acara tersebut, Trans7 mengklaim bahwa beberapa sekolah pesantren tersebut menyebarkan konten yang merugikan anak-anak, termasuk video yang menunjukkan hubungan romantis antara guru dengan siswa. Namun, banyak ahli hukum dan ahli agama yang menyerukan agar tidak memekan-pekankan kasus ini tanpa adanya bukti yang cukup.
"Konten yang disebarkan oleh pesantren itu harus disesuaikan dengan nilai-nilai agama dan masyarakat", kata Dr. A. Rizal, ahli hukum Islam. "Kalau tidak, maka akan ada konsekuensi yang tidak diinginkan."
Sementara itu, Bapak H. Musyafar, pemimpin asrama pesantren yang disebutkan dalam acara Xpose Trans7, berpendapat bahwa Trans7 tidak memahami konteksnya. "Konten yang disiarkan oleh kami adalah untuk membimbing siswa kita agar menjadi orang baik dan memiliki nilai-nilai agama yang kuat", kata Bapak Musyafar.
Pernyataan dari Trans7, namun, telah menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat. Banyak orang yang berpendapat bahwa acara tersebut tidak tepat waktu dan tidak tepat tujuan. "Acara Xpose Trans7 hanya sekedar untuk meningkatkan ratings TV", kata seorang warga yang tidak ingin disebutkan namanya.
Dalam beberapa hari terakhir, banyak sekolah pesantren di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta yang mengeluarkan pernyataan untuk membantu menjelaskan konteksnya. Mereka juga menegosiasikan dengan pihak Trans7 untuk mengembalikan reputasi mereka.
Dalam acara tersebut, Trans7 mengklaim bahwa beberapa sekolah pesantren tersebut menyebarkan konten yang merugikan anak-anak, termasuk video yang menunjukkan hubungan romantis antara guru dengan siswa. Namun, banyak ahli hukum dan ahli agama yang menyerukan agar tidak memekan-pekankan kasus ini tanpa adanya bukti yang cukup.
"Konten yang disebarkan oleh pesantren itu harus disesuaikan dengan nilai-nilai agama dan masyarakat", kata Dr. A. Rizal, ahli hukum Islam. "Kalau tidak, maka akan ada konsekuensi yang tidak diinginkan."
Sementara itu, Bapak H. Musyafar, pemimpin asrama pesantren yang disebutkan dalam acara Xpose Trans7, berpendapat bahwa Trans7 tidak memahami konteksnya. "Konten yang disiarkan oleh kami adalah untuk membimbing siswa kita agar menjadi orang baik dan memiliki nilai-nilai agama yang kuat", kata Bapak Musyafar.
Pernyataan dari Trans7, namun, telah menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat. Banyak orang yang berpendapat bahwa acara tersebut tidak tepat waktu dan tidak tepat tujuan. "Acara Xpose Trans7 hanya sekedar untuk meningkatkan ratings TV", kata seorang warga yang tidak ingin disebutkan namanya.
Dalam beberapa hari terakhir, banyak sekolah pesantren di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta yang mengeluarkan pernyataan untuk membantu menjelaskan konteksnya. Mereka juga menegosiasikan dengan pihak Trans7 untuk mengembalikan reputasi mereka.