Menteri Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) meresmikan Kantor Fasilitasi Proyek Infrastruktur (IPFO), yang nantinya akan menjadi platform koordinasi satu atap untuk menjembatani investor, pemilik proyek, dan pemerintah daerah dalam menavigasi prosedur, menyelaraskan prioritas, dan mempercepat pelaksanaan proyek infrastruktur. IPFO didirikan untuk menyelesaikan masalah-masalah birokrasi yang selama ini menjadi ganjalan pengembangan proyek infrastruktur.
Kebutuhan investasi yang diperkirakan mencapai Rp10,300 triliun untuk periode 2025-2029. Menteri AHY menyampaikan bahwa Indonesia harus menciptakan mekanisme fasilitasi yang menjembatani kebijakan dengan praktik, regulasi dengan realisasi, dan ambisi dengan tindakan, tindakan nyata.
"Indonesia harus memiliki mekanisme fasilitasi yang dapat mengubah koordinasi menjadi fasilitasi, dan fasilitasi menjadi akselerasi," katanya. Namun, meskipun kebutuhan investasi di Indonesia sangat besar, pembiayaan proyek-proyek infrastruktur masih didominasi oleh investasi dari pemerintah dan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Modal swasta harus memainkan peran yang lebih besar dalam pengembangan proyek infrastruktur," tambah Menteri AHY. Dengan adanya IPFO, kehadiran pembiayaan swasta diharapkan dapat meningkat, sehingga pemerintah tidak hanya mengundang investasi, tetapi juga memperolehnya melalui kepastian, kejelasan, konsistensi, dan kredibilitas.
Pemerintah telah menggandeng PT Serana Multi Infrastructure (PT SMI) dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) untuk meningkatkan kemitraan publik-swasta dalam pengembangan proyek infrastruktur. Selain itu, pemerintah juga merangkul mekanisme pembiayaan yang inovatif, seperti penangkapan nilai tanah, daur ulang aset, dan skema konsesi terbatas untuk memastikan bahwa pembangunan infrastruktur menjadi pendorong kesetaraan, bukan ketidaksetaraan.
Kebutuhan investasi yang diperkirakan mencapai Rp10,300 triliun untuk periode 2025-2029. Menteri AHY menyampaikan bahwa Indonesia harus menciptakan mekanisme fasilitasi yang menjembatani kebijakan dengan praktik, regulasi dengan realisasi, dan ambisi dengan tindakan, tindakan nyata.
"Indonesia harus memiliki mekanisme fasilitasi yang dapat mengubah koordinasi menjadi fasilitasi, dan fasilitasi menjadi akselerasi," katanya. Namun, meskipun kebutuhan investasi di Indonesia sangat besar, pembiayaan proyek-proyek infrastruktur masih didominasi oleh investasi dari pemerintah dan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Modal swasta harus memainkan peran yang lebih besar dalam pengembangan proyek infrastruktur," tambah Menteri AHY. Dengan adanya IPFO, kehadiran pembiayaan swasta diharapkan dapat meningkat, sehingga pemerintah tidak hanya mengundang investasi, tetapi juga memperolehnya melalui kepastian, kejelasan, konsistensi, dan kredibilitas.
Pemerintah telah menggandeng PT Serana Multi Infrastructure (PT SMI) dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) untuk meningkatkan kemitraan publik-swasta dalam pengembangan proyek infrastruktur. Selain itu, pemerintah juga merangkul mekanisme pembiayaan yang inovatif, seperti penangkapan nilai tanah, daur ulang aset, dan skema konsesi terbatas untuk memastikan bahwa pembangunan infrastruktur menjadi pendorong kesetaraan, bukan ketidaksetaraan.