Tidak ada kepastian bahwa upaya penyelamatan PT Asuransi Jiwasraya dari ancaman kebangkrutan akan berhasil dan tidak melanggar peraturan pidana. Menurut Suparji Ahmad, pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia yang menjadi ahli di sidang dugaan korupsi asuransi Jiwasraya, tindakan direksi yang melakukan reasuransi ke perusahaan lain demi menyelamatkan perusahaan tersebut dari kebangkrutan harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak melanggar aturan yang berlaku.
Pertanyaan ketua majelis hakim Sunoto meminta Suparji menjelaskan apakah tindakan direksi Jiwasraya yang melakukan reasuransi adalah bijak untuk menyelamatkan perusahaan tersebut dari kebangkrutan dan apakah alternatif lain seperti injeksi modal Rp 6 triliun sudah ditolak menteri keuangan. Suparji menjawab bahwa tindakan direksi Jiwasraya tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk penyelamatan yang sesuai dengan ketentuan kebijakan yang ditentukan oleh menteri keuangan.
Suparji menekankan bahwa aturan mengenai insolvensi dan penyelamatan perusahaan telah diatur oleh negara. Namun, Jiwasraya justru mengambil tindakan lain dalam meningkatkan keseimbangan Neraca Keuangan yang berakibat tidak memperhatikan peraturan yang berlaku.
Pertanyaan ketua majelis hakim Sunoto meminta Suparji menjelaskan apakah tindakan direksi Jiwasraya yang melakukan reasuransi adalah bijak untuk menyelamatkan perusahaan tersebut dari kebangkrutan dan apakah alternatif lain seperti injeksi modal Rp 6 triliun sudah ditolak menteri keuangan. Suparji menjawab bahwa tindakan direksi Jiwasraya tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk penyelamatan yang sesuai dengan ketentuan kebijakan yang ditentukan oleh menteri keuangan.
Suparji menekankan bahwa aturan mengenai insolvensi dan penyelamatan perusahaan telah diatur oleh negara. Namun, Jiwasraya justru mengambil tindakan lain dalam meningkatkan keseimbangan Neraca Keuangan yang berakibat tidak memperhatikan peraturan yang berlaku.