Kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin yang melibatkan Jessica Wongso, terdapat beberapa keraguan mengenai hasil analisis forensik digital. Menurut Pakar Forensik Digital Muhammad Nuh Al-Azhar, Rismon Hasiholan Sianipar, yang merupakan salah satu ahli forensik digital dalam kasus ini, mungkin telah melakukan kesalahan dalam menganalisis bukti digital.
Nuh mengatakan bahwa Rismon menggunakan sumber bukti dari YouTube sebagai referensi untuk menganalisis rekaman CCTV. Namun, Nuh menilai bahwa proses tersebut tidak sesuai dengan standar forensik digital internasional. Ia menyebutkan bahwa video yang diambil dari YouTube telah mengalami tiga kali distorsi: saat video diambil, diunggah ke YouTube, dan diunduh kembali dari YouTube.
"Selamat bergerak! Anggap saja praktisi, ahli, atau apa pun ada komunitasnya," kata Nuh. "Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam menganalisis bukti digital."
Nuh juga menyinggung perubahan teknis yang terjadi pada tampilan rekaman CCTV. Ia menjelaskan bahwa DAR (display aspect ratio) rekaman CCTV yang sesungguhnya adalah 5:3, namun Rismon mengubahnya menjadi 1:1 saat menampilkannya di depan persidangan.
"Jika bahan uji, metode uji, dan peralatan uji yang digunakan sama, maka hasilnya pun harus sama," katanya. "Saya tidak keberatan jika dilakukan pemeriksaan ulang karena yakin hasilnya akan tetap sama."
Nuh juga menegaskan bahwa bukti rekaman CCTV yang menjadi perdebatan tersebut telah dibuka dan dianalisis secara terbuka di PN Jakarta Pusat. Ia menyatakan bahwa tidak ada rekayasa bukti atau intervensi dari pimpinan mana pun dalam penanganan perkara tersebut, karena analisis yang dilakukan bersifat murni ilmiah berdasarkan bukti flashdisk yang diterima dari Polda Metro Jaya.
Nuh mengatakan bahwa Rismon menggunakan sumber bukti dari YouTube sebagai referensi untuk menganalisis rekaman CCTV. Namun, Nuh menilai bahwa proses tersebut tidak sesuai dengan standar forensik digital internasional. Ia menyebutkan bahwa video yang diambil dari YouTube telah mengalami tiga kali distorsi: saat video diambil, diunggah ke YouTube, dan diunduh kembali dari YouTube.
"Selamat bergerak! Anggap saja praktisi, ahli, atau apa pun ada komunitasnya," kata Nuh. "Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam menganalisis bukti digital."
Nuh juga menyinggung perubahan teknis yang terjadi pada tampilan rekaman CCTV. Ia menjelaskan bahwa DAR (display aspect ratio) rekaman CCTV yang sesungguhnya adalah 5:3, namun Rismon mengubahnya menjadi 1:1 saat menampilkannya di depan persidangan.
"Jika bahan uji, metode uji, dan peralatan uji yang digunakan sama, maka hasilnya pun harus sama," katanya. "Saya tidak keberatan jika dilakukan pemeriksaan ulang karena yakin hasilnya akan tetap sama."
Nuh juga menegaskan bahwa bukti rekaman CCTV yang menjadi perdebatan tersebut telah dibuka dan dianalisis secara terbuka di PN Jakarta Pusat. Ia menyatakan bahwa tidak ada rekayasa bukti atau intervensi dari pimpinan mana pun dalam penanganan perkara tersebut, karena analisis yang dilakukan bersifat murni ilmiah berdasarkan bukti flashdisk yang diterima dari Polda Metro Jaya.