Pakar forensik digital Muhammad Nuh Al-Azhar, yang juga kepala tim analis forensik digital polisi, membantah hasil analisis bukti digital oleh Rismon Hasiholan Sianipar dalam kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin. Ia menekankan bahwa rismon menggunakan metode yang tidak sesuai dengan standar profesional dan metodologi yang digunakan dalam menganalisis bukti digital.
Menurut Nuh, rismon menganalisis rekaman CCTV yang diambil dari YouTube sebagai bahan analisis, namun ini tidak sesuai dengan standar forensik digital internasional. Proses tersebut dianggap telah mengalami tiga kali distorsi: saat video diambil, diunggah ke YouTube, dan diunduh kembali dari YouTube.
Nuh menyatakan bahwa sumber bukti rekaman CCTV yang dijadikan bahan analisis oleh Rismon tidak dapat dijadikan bukti di persidangan karena telah mengalami tiga kali distorsi. Ia juga menyinggung perubahan teknis pada tampilan rekaman CCTV, yaitu perubahan display aspect ratio (DAR) yang berdampak pada visual dalam video.
Nuh berpegangan pada prinsip fundamental dalam ilmu forensik, yakni prinsip "apple to apple". Ia menegaskan bahwa jika bahan uji, metode uji, dan peralatan uji yang digunakan sama, maka hasilnya pun harus sama.
Menurut Nuh, rismon menganalisis rekaman CCTV yang diambil dari YouTube sebagai bahan analisis, namun ini tidak sesuai dengan standar forensik digital internasional. Proses tersebut dianggap telah mengalami tiga kali distorsi: saat video diambil, diunggah ke YouTube, dan diunduh kembali dari YouTube.
Nuh menyatakan bahwa sumber bukti rekaman CCTV yang dijadikan bahan analisis oleh Rismon tidak dapat dijadikan bukti di persidangan karena telah mengalami tiga kali distorsi. Ia juga menyinggung perubahan teknis pada tampilan rekaman CCTV, yaitu perubahan display aspect ratio (DAR) yang berdampak pada visual dalam video.
Nuh berpegangan pada prinsip fundamental dalam ilmu forensik, yakni prinsip "apple to apple". Ia menegaskan bahwa jika bahan uji, metode uji, dan peralatan uji yang digunakan sama, maka hasilnya pun harus sama.