Di sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, ahli media sosial Ismail Fahmi mengungkap temuan menarik yang berhubungan dengan penggunaan teknologi informasi dalam membentuk persepsi publik. Menurut Ismail, ada bukti bahwa opini publik di media sosial yang diduga terstruktur menjelang aksi demonstrasi di DPR RI.
Ismail mengatakan bahwa sebelum demo buruh pada tanggal 25 Agustus, mulai tanggal 14 Agustus sudah muncul di TikTok, Instagram, Twitter, dan arahan-arahan tertentu yang menyerupai demo. Ia bertanya-tanya siapa yang memanfaatkan ini? Jawabannya adalah akun-akun anonim juga bermain peran dalam membentuk narasi tersebut.
Menurut Ismail, fenomena ini menunjukkan bagaimana isu digital dapat memicu emosi publik melalui narasi yang tidak terverifikasi. Penggunaan teknologi informasi dan media sosial telah menjadi alat yang efektif dalam membentuk persepsi publik, bahkan jika itu tidak sepenuhnya jelas.
Penggiringan opini ini berdampak besar pada aksi demonstrasi di DPR RI. Menurut Ismail, aktivitas akun-akun anonim tersebut berperan dalam membentuk persepsi publik bahwa DPR menjadi pihak yang harus diserang dalam aksi massa. Ini menunjukkan bagaimana isu digital dapat memicu emosi publik dan membentuk narasi yang tidak sepenuhnya jelas.
Hal ini juga membuat kita perlu berpikir lebih lanjut tentang penggunaan teknologi informasi dan media sosial dalam membentuk persepsi publik. Bagaimana cara kita bisa menghindari manipulasi informasi dan memastikan bahwa opini publik didasarkan pada fakta yang sepenuhnya jelas?
Ismail mengatakan bahwa sebelum demo buruh pada tanggal 25 Agustus, mulai tanggal 14 Agustus sudah muncul di TikTok, Instagram, Twitter, dan arahan-arahan tertentu yang menyerupai demo. Ia bertanya-tanya siapa yang memanfaatkan ini? Jawabannya adalah akun-akun anonim juga bermain peran dalam membentuk narasi tersebut.
Menurut Ismail, fenomena ini menunjukkan bagaimana isu digital dapat memicu emosi publik melalui narasi yang tidak terverifikasi. Penggunaan teknologi informasi dan media sosial telah menjadi alat yang efektif dalam membentuk persepsi publik, bahkan jika itu tidak sepenuhnya jelas.
Penggiringan opini ini berdampak besar pada aksi demonstrasi di DPR RI. Menurut Ismail, aktivitas akun-akun anonim tersebut berperan dalam membentuk persepsi publik bahwa DPR menjadi pihak yang harus diserang dalam aksi massa. Ini menunjukkan bagaimana isu digital dapat memicu emosi publik dan membentuk narasi yang tidak sepenuhnya jelas.
Hal ini juga membuat kita perlu berpikir lebih lanjut tentang penggunaan teknologi informasi dan media sosial dalam membentuk persepsi publik. Bagaimana cara kita bisa menghindari manipulasi informasi dan memastikan bahwa opini publik didasarkan pada fakta yang sepenuhnya jelas?