Sidang Praperadilan Paulus Tannos yang dilakukan di Jakarta Selatan hari ini, memberikan penjelasan dari Sefriani, ahli hukum internasional Universitas Islam Indonesia tentang status Paulus Tannos alias Tjhin Thian Po. Menurut Sefriani, meskipun Paulus Tannos telah mengubah kewarganegaraannya menjadi warga negara asing (WNA), tidak secara otomatis dia memiliki paspor asing dan kewenangan sebagai WNA itu.
Sefriani menjelaskan bahwa Indonesia memiliki prinsip yurisdiksi teritorial yang sangat kuat, terutama jika tindak kejahatan dilakukan di wilayah Tanah Air. "Karena pada saat dia melakukan tindak pidana dia adalah warga negara Indonesia, sehingga sekalipun seandainya dia menjadi WNA tidak menghilangkan permohonan ekstradisi kita," katanya.
Sementara itu, Biro Hukum KPK mengatakan bahwa seluruh dalil permohonan pemohon berkaitan dengan sah atau tidaknya penangkapan adalah prematur. Menurut Sefriani, Paulus Tannos masih berada di bawah kekuasaan otoritas pemerintah Singapura dan proses yang sedang dilakukan di sana tidak menyentuh pada kejahatan yang dia lakukan.
Kasus Paulus Tannos merupakan proses ekstradisi pertama yang dilakukan oleh Indonesia dan Singapura. Kedua negara telah melakukan penandatanganan perjanjian ekstradisi pada tahun 2022, yang dilanjutkan dengan ratifikasi pada tahun 2023.
Sefriani menjelaskan bahwa Indonesia memiliki prinsip yurisdiksi teritorial yang sangat kuat, terutama jika tindak kejahatan dilakukan di wilayah Tanah Air. "Karena pada saat dia melakukan tindak pidana dia adalah warga negara Indonesia, sehingga sekalipun seandainya dia menjadi WNA tidak menghilangkan permohonan ekstradisi kita," katanya.
Sementara itu, Biro Hukum KPK mengatakan bahwa seluruh dalil permohonan pemohon berkaitan dengan sah atau tidaknya penangkapan adalah prematur. Menurut Sefriani, Paulus Tannos masih berada di bawah kekuasaan otoritas pemerintah Singapura dan proses yang sedang dilakukan di sana tidak menyentuh pada kejahatan yang dia lakukan.
Kasus Paulus Tannos merupakan proses ekstradisi pertama yang dilakukan oleh Indonesia dan Singapura. Kedua negara telah melakukan penandatanganan perjanjian ekstradisi pada tahun 2022, yang dilanjutkan dengan ratifikasi pada tahun 2023.