Pendakwah 'Gus Elham' Cium Anak Perempuan, KPAI Ajukan Keprihatinan: "Tindakan itu adalah tindakan tak pantas dan pelanggaran norma sosial."
Pada awalnya, tindakan seorang pendakwah dari Kediri, Elham Yahya Luqman atau lebih dikenal sebagai Gus Elham, menimbulkan kejutan di masyarakat. Ia membagikan video saat menyentuh dan mencium anak perempuan di depan umum yang kemudian viral di media sosial. Walaupun sebagian orang menganggap tindakan tersebut adalah bentuk kasih sayang, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai bahwa perilaku pendakwah ini tidak pantas dan melanggar norma sosial, agama serta prinsip perlindungan anak.
Berdasarkan telaah Hukum dan Norma, Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menegaskan bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Sementara itu, Pasal 5 huruf a UU TPKS menekankan bahwa perbuatan yang merendahkan, menghina, melecehkan atau menyerang tubuh, kehormatan serta martabat anak adalah pelanggaran hukum.
"KPAI merekomendasikan kepada aparat penegak hukum bersama Kementerian Agama (Kemenag) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), agar dapat dilakukan klarifikasi dan asesmen perlindungan anak untuk memastikan ada atau tidak ada pelanggaran hukum dan menjamin keamanan psikologis anak yang bersangkutan," terang Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Waktu Luang, Budaya, dan Agama Aris Adi Leksono.
Sementara itu, dari sisi norma agama, setiap agama mengajarkan penghormatan terhadap martabat anak dan penjagaan kehormatan. Misalnya, Islam mengatur adab menyentuh atau mencium anak dengan batasan yang jelas, tanpa menimbulkan syubhat (keraguan moral) atau rangsangan yang bersifat seksual.
"Dengan tindakan seperti itu, pendakwah memang memiliki kewajiban untuk menjaga norma dan menghormati anak," ujar Aris.
Pada akhirnya, KPAI mengingatkan bahwa setiap anak berhak atas rasa aman atas tubuhnya sendiri, dan setiap bentuk tindakan fisik harus selalu didasarkan pada persetujuan anak serta kepatutan norma sosial dan agama.
Pada awalnya, tindakan seorang pendakwah dari Kediri, Elham Yahya Luqman atau lebih dikenal sebagai Gus Elham, menimbulkan kejutan di masyarakat. Ia membagikan video saat menyentuh dan mencium anak perempuan di depan umum yang kemudian viral di media sosial. Walaupun sebagian orang menganggap tindakan tersebut adalah bentuk kasih sayang, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai bahwa perilaku pendakwah ini tidak pantas dan melanggar norma sosial, agama serta prinsip perlindungan anak.
Berdasarkan telaah Hukum dan Norma, Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menegaskan bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Sementara itu, Pasal 5 huruf a UU TPKS menekankan bahwa perbuatan yang merendahkan, menghina, melecehkan atau menyerang tubuh, kehormatan serta martabat anak adalah pelanggaran hukum.
"KPAI merekomendasikan kepada aparat penegak hukum bersama Kementerian Agama (Kemenag) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), agar dapat dilakukan klarifikasi dan asesmen perlindungan anak untuk memastikan ada atau tidak ada pelanggaran hukum dan menjamin keamanan psikologis anak yang bersangkutan," terang Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Waktu Luang, Budaya, dan Agama Aris Adi Leksono.
Sementara itu, dari sisi norma agama, setiap agama mengajarkan penghormatan terhadap martabat anak dan penjagaan kehormatan. Misalnya, Islam mengatur adab menyentuh atau mencium anak dengan batasan yang jelas, tanpa menimbulkan syubhat (keraguan moral) atau rangsangan yang bersifat seksual.
"Dengan tindakan seperti itu, pendakwah memang memiliki kewajiban untuk menjaga norma dan menghormati anak," ujar Aris.
Pada akhirnya, KPAI mengingatkan bahwa setiap anak berhak atas rasa aman atas tubuhnya sendiri, dan setiap bentuk tindakan fisik harus selalu didasarkan pada persetujuan anak serta kepatutan norma sosial dan agama.