Pengadilan Negeri Semarang telah menetapkan vonis bagi 5 mahasiswa terdakwa kasus demo May Day di Kota Semarang, Jawa Tengah. Pada hari ini, Senin (27/10/2025), Ketua Majelis Hakim, Rudy Ruswoyo, membaca putusan yang menjatuhkan pidana penjara selama 2 bulan dan 16 hari bagi setiap mahasiswa.
Vonis yang dijatuhkan lebih ringan dari tuntutan aslinya, yaitu 3 bulan penjara. Majelis hakim berdasarkan keputusan yang diambil ada penyelesaian perkara dengan prinsip restorative justice dan ada bukti-bukti yang membenarkan perbuatannya. Pada hari ini setiap mahasiswa juga menyesali perbuatannya, bersikap sopan di persidangan, belum pernah dihukum, dan masih berstatus mahasiswa.
Mahasiswa yang terdakwa kasus tersebut dituduh melanggar Pasal 216 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 KUHP. Aksi tersebut bermula dari unjuk rasa aliansi buruh yang berlangsung tertib sejak siang, namun setelah kelompok orang hitam dan berpenutup wajah datang ke lokasi, para mahasiswa mulai merusak fasilitas umum dan menyerang aparat. Mereka mengabaikan imbauan polisi.
Dalam persidangan, jaksa sempat memperlihatkan bukti video yang merekam tindakan terdakwa. Para terdakwa juga mengakui perbuatannya. Namun, majelis hakim tidak menemukan alasan pemaaf yang dapat menghapus hukuman.
Menurut sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) PN Semarang, para terdakwa menjalani tahanan rutan selama proses penyidikan di kepolisian sejak 2 Mei 2025 sampai 18 Juni 2025. Kemudian, ketika perkara dilimpangkan ke kejaksaan pada 19 Juni 2025, statusnya dialihkan menjadi tahanan kota. Hingga hari pembacaan putusan, terdakwa masih berstatus tahanan kota.
Jika dikalkulasi, hukuman penjara yang dijatuhkan sama dengan masa penahanan rutan dan tahanan kota yang telah dijalani. Maka terdakwa tak perlu lagi menjalani penahanan tambahan.
Vonis yang dijatuhkan lebih ringan dari tuntutan aslinya, yaitu 3 bulan penjara. Majelis hakim berdasarkan keputusan yang diambil ada penyelesaian perkara dengan prinsip restorative justice dan ada bukti-bukti yang membenarkan perbuatannya. Pada hari ini setiap mahasiswa juga menyesali perbuatannya, bersikap sopan di persidangan, belum pernah dihukum, dan masih berstatus mahasiswa.
Mahasiswa yang terdakwa kasus tersebut dituduh melanggar Pasal 216 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 KUHP. Aksi tersebut bermula dari unjuk rasa aliansi buruh yang berlangsung tertib sejak siang, namun setelah kelompok orang hitam dan berpenutup wajah datang ke lokasi, para mahasiswa mulai merusak fasilitas umum dan menyerang aparat. Mereka mengabaikan imbauan polisi.
Dalam persidangan, jaksa sempat memperlihatkan bukti video yang merekam tindakan terdakwa. Para terdakwa juga mengakui perbuatannya. Namun, majelis hakim tidak menemukan alasan pemaaf yang dapat menghapus hukuman.
Menurut sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) PN Semarang, para terdakwa menjalani tahanan rutan selama proses penyidikan di kepolisian sejak 2 Mei 2025 sampai 18 Juni 2025. Kemudian, ketika perkara dilimpangkan ke kejaksaan pada 19 Juni 2025, statusnya dialihkan menjadi tahanan kota. Hingga hari pembacaan putusan, terdakwa masih berstatus tahanan kota.
Jika dikalkulasi, hukuman penjara yang dijatuhkan sama dengan masa penahanan rutan dan tahanan kota yang telah dijalani. Maka terdakwa tak perlu lagi menjalani penahanan tambahan.