Tiga Brimob Disidang Etik, Terancam Patsus dan Maaf: Apakah Ini Penghinaan Profesi?
Majelis KKEP (Komite Kesetaraan dan Kedisiplinan Pelopor) telah menjatuhkan putusan sanksi etik dan administratif terhadap tiga anggota Brimob yang disidang terkait kecurangan affan. Sanksi ini meliputi pernyataan bahwa pelanggaran mereka dianggap sebagai perbuatan tercela, serta kewajiban meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KKEP dan tertulis kepada pimpinan Polri.
Dalam putusannya, majelis menetapkan sanksi administratif yang berupa tempat khusus selama 20 hari untuk salah satu dari mereka. Sanksi ini telah diterapkan sejak 29 Agustus hingga 17 September 2025 di ruang Patsus Biroprovos Divpropam Polri dan Korbrimob Polri.
Kapolri, Erdi Hamdani, menegaskan bahwa putusan tersebut merupakan bentuk komitmen Polri dalam menegakkan kode etik dan profesionalisme anggota. Ia menjelaskan bahwa sidang KKEP ini menunjukkan bahwa setiap anggota Polri yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik akan diproses secara transparan dan diberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku.
Sanksi bukan hanya bersifat pembinaan, tetapi juga sebagai pengingat bagi seluruh personel Polri untuk lebih profesional dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas. Polri ingin memastikan bahwa setiap tindakan anggota di lapangan harus sesuai SOP, sehingga tidak menimbulkan dampak yang merugikan masyarakat maupun institusi.
Dalam sidang tersebut, mantan Bintara Angkutan Batalyon D Pelopor Satuan Brimob Polda Metro Jaya menyatakan menerima putusan yang dijatuhkan oleh majelis. Apakah ini adalah penghinaan profesi untuk mereka? Atau apakah putusan ini merupakan langkah yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme Polri?
Majelis KKEP (Komite Kesetaraan dan Kedisiplinan Pelopor) telah menjatuhkan putusan sanksi etik dan administratif terhadap tiga anggota Brimob yang disidang terkait kecurangan affan. Sanksi ini meliputi pernyataan bahwa pelanggaran mereka dianggap sebagai perbuatan tercela, serta kewajiban meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KKEP dan tertulis kepada pimpinan Polri.
Dalam putusannya, majelis menetapkan sanksi administratif yang berupa tempat khusus selama 20 hari untuk salah satu dari mereka. Sanksi ini telah diterapkan sejak 29 Agustus hingga 17 September 2025 di ruang Patsus Biroprovos Divpropam Polri dan Korbrimob Polri.
Kapolri, Erdi Hamdani, menegaskan bahwa putusan tersebut merupakan bentuk komitmen Polri dalam menegakkan kode etik dan profesionalisme anggota. Ia menjelaskan bahwa sidang KKEP ini menunjukkan bahwa setiap anggota Polri yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik akan diproses secara transparan dan diberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku.
Sanksi bukan hanya bersifat pembinaan, tetapi juga sebagai pengingat bagi seluruh personel Polri untuk lebih profesional dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas. Polri ingin memastikan bahwa setiap tindakan anggota di lapangan harus sesuai SOP, sehingga tidak menimbulkan dampak yang merugikan masyarakat maupun institusi.
Dalam sidang tersebut, mantan Bintara Angkutan Batalyon D Pelopor Satuan Brimob Polda Metro Jaya menyatakan menerima putusan yang dijatuhkan oleh majelis. Apakah ini adalah penghinaan profesi untuk mereka? Atau apakah putusan ini merupakan langkah yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme Polri?