Pernahkah kamu lihat anak kecil yang menaiki kereta komuter (KRL) subuh-subuh? Siswa SD asal Tangerang, bernama Hafitar, viral di media sosial ketika ia berangkat sekolah sendirian menggunakan KRL dari rumahnya di Parung Jaya menuju sekolahnya di Klender, Jakarta Timur. Saya ingin memberitahu kisah cerita tentang anak itu.
Hafitar memiliki ibu yang bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) di wilayah Tangerang dan tinggal bersama keluarganya di Kampung Sumur, Klender. Namun, setelah ayahnya meninggal dunia lima tahun lalu, ibunya mendapatkan pekerjaan baru dan memutuskan untuk pindah ke wilayah Parung Jaya, Tangerang. Hafitar dipaksa ikut tinggal di Tangerang karena ibunya tidak ingin meninggalkan anaknya sendirian.
Di awal perpindahan, ibu Hafitar masih mengantar-jemput anaknya naik KRL setiap hari. Namun, ketika ia merasa anaknya cukup mandiri dan rute perjalanan sudah dipahami, Hafitar mulai dilepas naik KRL sendiri. Di pihak sekolah, guru Hafitar menyarankan agar dia pindah ke sekolah lain karena jarak yang jauh, tetapi anak itu menolak karena merasa nyaman dengan lingkungan sekolah saat ini.
Sang ibu Hafitar akhirnya setuju untuk memindahkan anaknya ke rumah salah satu teman sekolahnya di Klender. Pemindahan ini dilakukan setelah diskusi panjang dengan orang tua Hafitar dan keluarga yang menampung. Sekarang, Hafitar dianantar-jemput keluarga temannya setiap hari. Mungkin perjalanan KRL subuh-subuh itu bukan hanya ke sekolah, tapi juga menjadi bagian dari kenangan-kenangan keseharian anak itu.
Hafitar memiliki ibu yang bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) di wilayah Tangerang dan tinggal bersama keluarganya di Kampung Sumur, Klender. Namun, setelah ayahnya meninggal dunia lima tahun lalu, ibunya mendapatkan pekerjaan baru dan memutuskan untuk pindah ke wilayah Parung Jaya, Tangerang. Hafitar dipaksa ikut tinggal di Tangerang karena ibunya tidak ingin meninggalkan anaknya sendirian.
Di awal perpindahan, ibu Hafitar masih mengantar-jemput anaknya naik KRL setiap hari. Namun, ketika ia merasa anaknya cukup mandiri dan rute perjalanan sudah dipahami, Hafitar mulai dilepas naik KRL sendiri. Di pihak sekolah, guru Hafitar menyarankan agar dia pindah ke sekolah lain karena jarak yang jauh, tetapi anak itu menolak karena merasa nyaman dengan lingkungan sekolah saat ini.
Sang ibu Hafitar akhirnya setuju untuk memindahkan anaknya ke rumah salah satu teman sekolahnya di Klender. Pemindahan ini dilakukan setelah diskusi panjang dengan orang tua Hafitar dan keluarga yang menampung. Sekarang, Hafitar dianantar-jemput keluarga temannya setiap hari. Mungkin perjalanan KRL subuh-subuh itu bukan hanya ke sekolah, tapi juga menjadi bagian dari kenangan-kenangan keseharian anak itu.