Tragedi di Masjid Agung Sibolga masih terasa hangat di hati masyarakat. Seorang nelayan muda bernama Arjuna yang datang untuk beristirahat akhirnya memperoleh tindakan kekerasan yang berujung pada kematian. Hal ini menunjukkan bahwa masjid semestinya bisa menjadi tempat yang aman bagi siapa saja, termasuk bagi mereka yang sedang melakukan perjalanan atau bagi mereka yang pulang kerja dan ingin beristirahat.
Fenomena seperti di Masjid Agung Sibolga sebenarnya sudah terjadi sebelumnya di berbagai masjid di Indonesia. Beberapa aktivis kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) menyatakan bahwa aksi kekerasan di masjid ini salah satunya disebabkan oleh menyempitnya fungsi masjid. Masjid semestinya bisa menjadi tempat yang terbuka bagi siapa saja, tidak hanya untuk ibadah ritual, tetapi juga sebagai tempat majelis ilmu, santunan keluarga miskin, atau tempat pemberdayaan ekonomi.
Sebelumnya, sudah banyak contoh masjid yang menunjukkan fungsi tersebut. Misalnya, Masjid Istiqlal dan Masjid Cut Meutia di Jakarta bisa didatangi oleh semua umat tanpa memandang latar agama atau profesi. Fenomena ini terjadi sejak zaman Nabi Muhammad, ketika masjid menjadi pusat ibadah umat dan juga sentra aktivitas masyarakat.
Maka dari itu, pentingnya rumah ibadah yang inklusif sangatlah perlu diwujudkan. Masjid harus menjadi tempat perjumpaan bagi berbagai umat beragama, di mana mereka saling mengenal keunikan dan kompleksitas masing-masing, lalu menumbuhkan empati dan toleransi yang pada akhirnya bisa meminimalisir ketegangan-ketegangan atau kekerasan atas nama agama.
Fenomena seperti di Masjid Agung Sibolga sebenarnya sudah terjadi sebelumnya di berbagai masjid di Indonesia. Beberapa aktivis kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) menyatakan bahwa aksi kekerasan di masjid ini salah satunya disebabkan oleh menyempitnya fungsi masjid. Masjid semestinya bisa menjadi tempat yang terbuka bagi siapa saja, tidak hanya untuk ibadah ritual, tetapi juga sebagai tempat majelis ilmu, santunan keluarga miskin, atau tempat pemberdayaan ekonomi.
Sebelumnya, sudah banyak contoh masjid yang menunjukkan fungsi tersebut. Misalnya, Masjid Istiqlal dan Masjid Cut Meutia di Jakarta bisa didatangi oleh semua umat tanpa memandang latar agama atau profesi. Fenomena ini terjadi sejak zaman Nabi Muhammad, ketika masjid menjadi pusat ibadah umat dan juga sentra aktivitas masyarakat.
Maka dari itu, pentingnya rumah ibadah yang inklusif sangatlah perlu diwujudkan. Masjid harus menjadi tempat perjumpaan bagi berbagai umat beragama, di mana mereka saling mengenal keunikan dan kompleksitas masing-masing, lalu menumbuhkan empati dan toleransi yang pada akhirnya bisa meminimalisir ketegangan-ketegangan atau kekerasan atas nama agama.