Keracunan Makanan di Dapur MBG: Kegagalan Sistem Produksi yang Lebih Besar dari yang Diproduksi
Dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) seringkali dijadikan sebagai contoh program-program pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi dan kesehatan. Namun, kegagalan sistem produksi ini tampaknya semakin melebutha sebagai masalah keracunan pangan yang mengancam ribuan anak-anak di Indonesia.
Menurut Direktur Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada (UGM), Citra Indriani, kerentanan tinggi terhadap risiko keracunan memang dipicu oleh jumlah porsi yang sangat besar yang diproduksi setiap hari. Setiap celah dalam proses produksi, mulai dari pemilihan bahan baku hingga distribusi, dapat berdampak pada ribuan anak sekolah.
Sementara itu, hasil kajian investigasi UGM menunjukkan adanya kesenjangan penerapan Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP), yaitu sistem yang dirancang untuk mencegah keracunan pangan. Pengawasan juga ditekankan sebagai instrumen penting dalam tata kelola MBG.
Selain itu, investigasi menemukan bahwa durasi antara proses memasak, pengemasan, hingga waktu konsumsi oleh penerima manfaat seringkali melebihi empat jam. Padahal, di saat bersamaan manajemen penyimpanan belum memadai.
Maka dari itu, UGM merekomendasikan sejumlah langkah perbaikan untuk meningkatkan keselamatan makanan di MBG dan SPPG. Antara lain, standarisasi fasilitas dan kapasitas SPPG, asesmen awal untuk menilai kelayakan produksi massal, penerapan SOP berbasis HACCP mulai dari bahan baku hingga konsumsi siswa, serta pelatihan keamanan pangan bagi staf SPPG.
Dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) seringkali dijadikan sebagai contoh program-program pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi dan kesehatan. Namun, kegagalan sistem produksi ini tampaknya semakin melebutha sebagai masalah keracunan pangan yang mengancam ribuan anak-anak di Indonesia.
Menurut Direktur Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada (UGM), Citra Indriani, kerentanan tinggi terhadap risiko keracunan memang dipicu oleh jumlah porsi yang sangat besar yang diproduksi setiap hari. Setiap celah dalam proses produksi, mulai dari pemilihan bahan baku hingga distribusi, dapat berdampak pada ribuan anak sekolah.
Sementara itu, hasil kajian investigasi UGM menunjukkan adanya kesenjangan penerapan Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP), yaitu sistem yang dirancang untuk mencegah keracunan pangan. Pengawasan juga ditekankan sebagai instrumen penting dalam tata kelola MBG.
Selain itu, investigasi menemukan bahwa durasi antara proses memasak, pengemasan, hingga waktu konsumsi oleh penerima manfaat seringkali melebihi empat jam. Padahal, di saat bersamaan manajemen penyimpanan belum memadai.
Maka dari itu, UGM merekomendasikan sejumlah langkah perbaikan untuk meningkatkan keselamatan makanan di MBG dan SPPG. Antara lain, standarisasi fasilitas dan kapasitas SPPG, asesmen awal untuk menilai kelayakan produksi massal, penerapan SOP berbasis HACCP mulai dari bahan baku hingga konsumsi siswa, serta pelatihan keamanan pangan bagi staf SPPG.