Ponpes Al-Khoziny: Kekalahan Kehamilan dan Korupsi di Balik Tragedi
Tragedi yang terjadi di Ponpes Al-Khoziny, sebuah pesantren di Sidoarjo, Jawa Timur, mengejutkan banyak orang. Menurut laporan Polres Sidoarjo, insiden tersebut terjadi setelah bangunan yang digunakan sebagai kelas mengalami kekalahan kehamilan dan runtuh.
Dalam beberapa saat setelah insiden, Polsek Buduran dan Polresta Sidoarjo langsung menerima laporan dan memprioritaskan proses evakuasi korban. Tim gabungan dari berbagai pihak, termasuk Basarnas, TNI, Polri, BPBD, dan unsur masyarakat, berhasil mengevakuasi 171 korban dari reruntuhan.
Jumlah korban yang diterima adalah 67 kantong jenazah, 104 korban mengalami luka-luka, dan 34 jenazah telah diidentifikasi. Korban yang selamat saat ini sedang mendapatkan perawatan, sementara jenazah yang telah teridentifikasi telah diserahkan kepada keluarga masing-masing.
Dalam proses penyelidikan, polisi akan menggunakan beberapa pasal hukum untuk menelusuri potensi unsur pidana. Pasal 359 KUHP Kelalaian menjadi salah satu pilihan, yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Pasal 360 juga akan digunakan, yang berhubungan dengan pelanggaran terhadap persyaratan teknis bangunan.
"Kami ingin memastikan bahwa setiap pembangunan, khususnya fasilitas publik seperti pesantren, dilakukan sesuai standar keselamatan," kata Nanang, yang menjabat sebagai kepala Pusat Pemkab Sidoarjo. Tragedi ini menjadi pelajaran penting agar tidak terulang kembali.
Namun, pertanyaan mengenai bagaimana tragedi ini terjadi masih banyak yang belum terjawab. Apakah adanya kekurangan perawatan dan pengevaluasi bangunan? Atau mungkin ada kehilangan nafkah untuk memperbaiki infrastruktur bangunan tersebut? Jawaban atas pertanyaan ini akan diungkapkan setelah proses penyelidikan selesai.
Tragedi yang terjadi di Ponpes Al-Khoziny, sebuah pesantren di Sidoarjo, Jawa Timur, mengejutkan banyak orang. Menurut laporan Polres Sidoarjo, insiden tersebut terjadi setelah bangunan yang digunakan sebagai kelas mengalami kekalahan kehamilan dan runtuh.
Dalam beberapa saat setelah insiden, Polsek Buduran dan Polresta Sidoarjo langsung menerima laporan dan memprioritaskan proses evakuasi korban. Tim gabungan dari berbagai pihak, termasuk Basarnas, TNI, Polri, BPBD, dan unsur masyarakat, berhasil mengevakuasi 171 korban dari reruntuhan.
Jumlah korban yang diterima adalah 67 kantong jenazah, 104 korban mengalami luka-luka, dan 34 jenazah telah diidentifikasi. Korban yang selamat saat ini sedang mendapatkan perawatan, sementara jenazah yang telah teridentifikasi telah diserahkan kepada keluarga masing-masing.
Dalam proses penyelidikan, polisi akan menggunakan beberapa pasal hukum untuk menelusuri potensi unsur pidana. Pasal 359 KUHP Kelalaian menjadi salah satu pilihan, yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Pasal 360 juga akan digunakan, yang berhubungan dengan pelanggaran terhadap persyaratan teknis bangunan.
"Kami ingin memastikan bahwa setiap pembangunan, khususnya fasilitas publik seperti pesantren, dilakukan sesuai standar keselamatan," kata Nanang, yang menjabat sebagai kepala Pusat Pemkab Sidoarjo. Tragedi ini menjadi pelajaran penting agar tidak terulang kembali.
Namun, pertanyaan mengenai bagaimana tragedi ini terjadi masih banyak yang belum terjawab. Apakah adanya kekurangan perawatan dan pengevaluasi bangunan? Atau mungkin ada kehilangan nafkah untuk memperbaiki infrastruktur bangunan tersebut? Jawaban atas pertanyaan ini akan diungkapkan setelah proses penyelidikan selesai.