Kasus Tragedi Timothy Anugerah: Bukan Gangguan Mental, Tapi Speech Delay Yang Dijadi Masalah
Kabar-kabar mengenai kematian mahasiswa Universitas Udayana (Unud) Bali, Timothy Anugerah Saputra, terus memunculkan spekulasi di kalangan publik. Salah satu yang menimbulkan keraguan adalah kabar bahwa dirinya mengalami gangguan mental. Namun, ayahnya, Lukas Triana Putra, akhirnya berbicara untuk meluruskan informasi tersebut.
Menurut Lukas, Timothy tidak memiliki cacat mental, melainkan hanya mengalami speech delay atau keterlambatan bicara sejak usia tiga tahun. Ia menjelaskan bahwa anaknya mengalami penumbatan di telinganya yang menyebabkan dia tidak dapat berbicara sejak umur tiga tahun. Namun, setelah menjalani pengobatan, Timothy dapat mendengar dengan baik dan mulai berbicara seperti anak-anak pada umumnya.
Lukas juga membagikan bahwa karena sejak kecil Timothy tidak banyak terpapar bahasa Indonesia, kemampuan bahasanya lebih berkembang ke arah bahasa Inggris. Hal ini terjadi karena orang tuanya memasukkan dia ke sekolah internasional sejak usia empat tahun hingga kelas dua SD.
Meski demikian, gaya bicara Timothy tetap terlihat berbeda bagi sebagian orang, sehingga tak jarang menimbulkan kesalahpahaman. Namun, ayahnya percaya bahwa ini adalah bagian dari kondisi normal anak yang mengalami speech delay.
Kasus ini menegaskan pentingnya memahami dan menerima keanekaragaman bahasa dan kemampuan berbicara di kalangan anak-anak. Selain itu, juga perlu diperhatikan bahwa setiap anak memiliki keunikan dalam dirinya, termasuk gaya bicara yang berbeda-beda.
Kabar-kabar mengenai kematian mahasiswa Universitas Udayana (Unud) Bali, Timothy Anugerah Saputra, terus memunculkan spekulasi di kalangan publik. Salah satu yang menimbulkan keraguan adalah kabar bahwa dirinya mengalami gangguan mental. Namun, ayahnya, Lukas Triana Putra, akhirnya berbicara untuk meluruskan informasi tersebut.
Menurut Lukas, Timothy tidak memiliki cacat mental, melainkan hanya mengalami speech delay atau keterlambatan bicara sejak usia tiga tahun. Ia menjelaskan bahwa anaknya mengalami penumbatan di telinganya yang menyebabkan dia tidak dapat berbicara sejak umur tiga tahun. Namun, setelah menjalani pengobatan, Timothy dapat mendengar dengan baik dan mulai berbicara seperti anak-anak pada umumnya.
Lukas juga membagikan bahwa karena sejak kecil Timothy tidak banyak terpapar bahasa Indonesia, kemampuan bahasanya lebih berkembang ke arah bahasa Inggris. Hal ini terjadi karena orang tuanya memasukkan dia ke sekolah internasional sejak usia empat tahun hingga kelas dua SD.
Meski demikian, gaya bicara Timothy tetap terlihat berbeda bagi sebagian orang, sehingga tak jarang menimbulkan kesalahpahaman. Namun, ayahnya percaya bahwa ini adalah bagian dari kondisi normal anak yang mengalami speech delay.
Kasus ini menegaskan pentingnya memahami dan menerima keanekaragaman bahasa dan kemampuan berbicara di kalangan anak-anak. Selain itu, juga perlu diperhatikan bahwa setiap anak memiliki keunikan dalam dirinya, termasuk gaya bicara yang berbeda-beda.