Kasus Silfester Matutina, Ketua Umum Relawan Solidaritas Merah Putih yang Berstatus Terpidana, Akan Mengajukan PK Kedua di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Dalam kasus dugaan fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Presiden RI ke-7 Joko Widodo, Silfester Matutina akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kedua di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Menurut pengacara Silfester, Lechumanan, kasus ini adalah hak kliennya yang telah diatur oleh Undang-Undang. Ia meminta agar Kejaksaan tidak memaksakan proses eksekusi terhadap relawan Presiden RI ke-7 itu.
Lechumanan juga menegaskan bahwa proses eksekusi terhadap Komisaris BUMN ID FOOD di kasus dugaan fitnah sudah tidak bisa dilakukan oleh Kejaksaan karena kasusnya sudah kedaluwarsa. Hal ini, kata dia, juga terbukti setelah gugatan Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKI) ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Silfester kemudian dijatuhi vonis 1 tahun penjara pada 30 Juli 2018. Putusan itu lantas dikuatkan di tingkat banding yang dibacakan pada 29 Oktober 2018. Di tingkat kasasi, majelis hakim memperberat vonis Silfester menjadi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara.
Namun, pengajuan PK kedua oleh Silfester tidak akan terbatas hanya satu kali seperti yang diatur dalam SEMA Nomor 7 Tahun 2014. Ia juga berharap bahwa Kejaksaan tidak memaksakan proses eksekusi terhadap relawan Presiden RI ke-7 itu.
Kasus ini pertama kali dibawa oleh Silfester pada 2018 terkait ucapannya dalam orasi yang menuding Wakil Presiden Joko Widodo menggunakan isu SARA untuk memenangkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam Pilkada DKI Jakarta.
Dalam kasus dugaan fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Presiden RI ke-7 Joko Widodo, Silfester Matutina akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kedua di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Menurut pengacara Silfester, Lechumanan, kasus ini adalah hak kliennya yang telah diatur oleh Undang-Undang. Ia meminta agar Kejaksaan tidak memaksakan proses eksekusi terhadap relawan Presiden RI ke-7 itu.
Lechumanan juga menegaskan bahwa proses eksekusi terhadap Komisaris BUMN ID FOOD di kasus dugaan fitnah sudah tidak bisa dilakukan oleh Kejaksaan karena kasusnya sudah kedaluwarsa. Hal ini, kata dia, juga terbukti setelah gugatan Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKI) ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Silfester kemudian dijatuhi vonis 1 tahun penjara pada 30 Juli 2018. Putusan itu lantas dikuatkan di tingkat banding yang dibacakan pada 29 Oktober 2018. Di tingkat kasasi, majelis hakim memperberat vonis Silfester menjadi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara.
Namun, pengajuan PK kedua oleh Silfester tidak akan terbatas hanya satu kali seperti yang diatur dalam SEMA Nomor 7 Tahun 2014. Ia juga berharap bahwa Kejaksaan tidak memaksakan proses eksekusi terhadap relawan Presiden RI ke-7 itu.
Kasus ini pertama kali dibawa oleh Silfester pada 2018 terkait ucapannya dalam orasi yang menuding Wakil Presiden Joko Widodo menggunakan isu SARA untuk memenangkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam Pilkada DKI Jakarta.