Teori tapal kuda (horseshoe theory) mengatakan bahwa ekstrem kiri dan ekstrem kanan memiliki hubungan yang sangat dekat dalam spektrum politik, hingga bisa digunakan untuk memprediksi perilaku mereka. Sebagai contoh, partisipan dengan pandangan ekstrem kiri akan menunjukkan pola aktivitas otak yang serupa dengan partisipan dengan pandangan ekstrem kanan.
Namun, teori ini tidak sepenuhnya benar. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa kesamaan dalam pola aktivitas otak antara ekstrem kiri dan kanan bukanlah penjelasan untuk menghubungkannya secara berarti. Tapi, ada yang disebut sebagai "jembatan" atau kesamaan emosional yang membuat para pendukung ekstrem kiri dan kanan bisa saling memahami dan bahkan bisa mengurangi dehumanisasi dalam politik yang terpolarisasi.
Sebagai contoh, penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa orang-orang dengan pandangan ekstrem kiri maupun kanan memiliki cara memproses informasi yang serupa. Mereka juga menunjukkan respons fisiologis yang serupa dalam berdiskusi tentang isu-isu politik, seperti imigrasi dan kepolisian.
Pada praktiknya, teori tapal kuda masih bisa dijadikan alat untuk memahami dinamika emosional yang sering kali menjadi bahan bakar ekstremitas. Tapi, bukan berarti menyamakan kanan dan kiri begitu saja, apalagi dengan nada peyoratif, bakal menyelesaikan masalah.
Kunci dari segala ini adalah dialog dengan kepala dingin, atau berdiskusi secara adab dan bermartabat. Dalam politik, diskursus adalah sesuatu yang tidak terhindarkan dan justru berbahaya kalau sampai tidak terjadi.
Namun, teori ini tidak sepenuhnya benar. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa kesamaan dalam pola aktivitas otak antara ekstrem kiri dan kanan bukanlah penjelasan untuk menghubungkannya secara berarti. Tapi, ada yang disebut sebagai "jembatan" atau kesamaan emosional yang membuat para pendukung ekstrem kiri dan kanan bisa saling memahami dan bahkan bisa mengurangi dehumanisasi dalam politik yang terpolarisasi.
Sebagai contoh, penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa orang-orang dengan pandangan ekstrem kiri maupun kanan memiliki cara memproses informasi yang serupa. Mereka juga menunjukkan respons fisiologis yang serupa dalam berdiskusi tentang isu-isu politik, seperti imigrasi dan kepolisian.
Pada praktiknya, teori tapal kuda masih bisa dijadikan alat untuk memahami dinamika emosional yang sering kali menjadi bahan bakar ekstremitas. Tapi, bukan berarti menyamakan kanan dan kiri begitu saja, apalagi dengan nada peyoratif, bakal menyelesaikan masalah.
Kunci dari segala ini adalah dialog dengan kepala dingin, atau berdiskusi secara adab dan bermartabat. Dalam politik, diskursus adalah sesuatu yang tidak terhindarkan dan justru berbahaya kalau sampai tidak terjadi.